Dikaji Kemenkes, Begini Efek Samping dan Manfaat Ganja Medis Menurut Ahli Farmasi UGM

4 Juli 2022, 15:02 WIB
Berikut penjelasan tentang manfaat ganja pada bidang medis menurut ahli farmasi yang ada di UGM /Freepik

 

BERITASUKOHARJO.com - Papan bertuliskan 'Tolong, Anakku Butuh Ganja Medis' pada kegiatan car free day cukup menyita perhatian.

Seorang ibu bersama anaknya yang berbaring di kereta dorong mengungkapkan keinginannya untuk mendapatkan terapi ganja medis pada Minggu (26/6/2022) di Bundaran HI, Jakarta.

Ibu tersebut memiliki anak yang mengalami Cerebral palsy dan membutuhkan terapi ganja medis.

Penggunaan ganja di Indonesia sendiri hingga saat ini masih dilarang.

Baca Juga: Jelang Idul Adha, PPKM Luar Jawa-Bali Diperpanjang Hingga 1 Agustus 2022

Hal ini dikarenakan ganja termasuk golongan narkotika.

Ganja hanya diperbolehkan disimpan, ditanam, dan digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Hal ini tertulis dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/118/2015.

Meskipun diperbolehkan dalam lingkup penelitian, penggunaannya pun diawasi dengan ketat.

Hingga saat ini, penggunaan ganja untuk keperluan medis masih menuai polemik.

Baca Juga: Dapat Undangan Khusus dari Kerajaan Arab Saudi, Ridwan Kamil Jadi Amirul Hajj

Salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah potensi munculnya penyalahgunaan.

Dikutip BeritaSoloRaya.com dari laman resmi ugm.ac.id, pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM, Prof. Apt. Zullies Ikawati, Ph.D menerangkan bahwa ganja mengandung psikoaktif dalam senyawa Tetrahydrocannabinol (THC) yang menyebabkan ketergantungan.

Ketergantungan inilah yang akan mempengaruhi ranah mental pemakainya.

Lantas, bagaimana ganja medis dapat membantu pengobatan?

Tidak hanya mengandung Tetrahydrocannabinol saja, ganja juga mengandung senyawa Cannabidiol (CBD).

Baca Juga: CATAT! Beasiswa LPDP 2022 Tahap 2 Telah Dibuka, Perhatikan 4 Hal Ini saat Akan Mendaftar, Nomor 3 Jangan Lupa!

Senyawa CBD ini memiliki peranan sebagai anti kejang.

Zullies menambahkan jika pada kondisi Cerebral palsy, ganja medis mengambil peran dalam mengatasi gejala kejang.

Pengaruh CBD telah teruji secara ilmiah.

Penggunaan CBD sendiri telah disetujui sebagai obat dan diteliti oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat.

Dalam konteks antikejang, senyawa yang dibutuhkan adalah bagian CBD dalam ganja.

Hal ini mengartikan bahwa tidak seluruh bagian dari tanaman ganja diperlukan.

Baca Juga: TERBARU! Beasiswa LPDP Tahun 2022 Tahap 2 Resmi Dibuka, Simak Jadwal Seleksi Berikut

Ganja dalam bentuk tanaman mengandung baik senyawa THC dan CBD serta senyawa lainnya.

Seperti diketahui bahwa senyawa THC yang terkandung memiliki efek ketergantungan yang apabila tidak terkontrol berpotensi disalahgunakan.

Ganja dikatakan sebagai terapi medis apabila senyawa murni CBD dalam ganja terujur dosisnya dan diberikan sesuai anjuran dokter yang ahli dibidangnya.

Apabila akan menggunakan ganja sebagai terapi medis, maka dapat melihat penggunaan obat morfin.

Obat morfin berasal dari opium yang termasuk dalam narkotika jenis 1.

Penggunaan ganja sebagai terapi medis diperlukan kehati-hatian seperti halnya penggunaan morfin.

Baca Juga: Cara Konfirmasi Kesediaan PPG Dalam Jabatan Tahun 2022 Kategori 1, serta Jadwal Pelaksanaan

"Oleh sebab itu, semestinya yang dilegalkan bukan tanaman ganjanya, tetapi obat yang diturunkan dari ganja dan telah teruji klinis dengan evaluasi komprehensif akan risiko dan manfaatnya,"tambahnya.***

Editor: Maulida Cindy Magdalena

Sumber: ANTARA kemenkes.go.id ugm.ac.id

Tags

Terkini

Terpopuler