BERITASOLORAYA.com - Google Doodle hari ini menampilkan sosok penting di Tanah Air, mengenang 106 tahun Sulianti Saroso, berikut infromasi mengenai kiprahnya bagi kesehatan ibu dan anak? Baca selengkapnya sampai selesai di artikel ini.
Google Doodle kerap kali memberikan apresiasi kepada tokoh penting seperti sosok pelopor, ilmuwan, hingga seniman ataupun peristiwa penting serta perayaan penting. Prof Dr Sulianti Saroso merupakan salah satu tokoh penting di kesehatan ibu dan anak.
Selain fokus pada penyakit infeksi, Sulianti Saroso juga konsen pada sejumlah kegiatan yang menunjang kesehatan ibu dan anak di Tanah Air. Sejumlah kebijakan pemerintah secara bertahap diadopsi dari buah pikirannya.
Dilansir BeritaSoloraya.com, Rabu, 10 Mei 2023, dari portal resmi Republik Indonesia, berikut ini kiprah Prof Dr Sulianti Saroso, dalam kesehatan ibu dan anak di Tanah Air yang menjadi Google Doodle hari ini.
Nama Sulianti Saroso pasti sudah tidak asing di telinga. Ya, nama tersebut diabadikan sebagai salah satu rumah sakit di Indonesia, Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr Sulianti Saroso di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Namanya diabadikan jadi rumah sakit karena, Sulianti Saroso cukup konsen dalam mengawal dan mengembangkan RS Karantina Tanjung Priok. RS ini tumbuh dengan dukungan teknologi terbaru, piranti mutakhir serta didukung oleh SDM yang andal.
Namun, Sulianti wafat sebelum bisa melihat RSPI saat itu, dia meninggal tahun 1991, menjelang pembangunan rumah sakit. Namanya pun diabadikan sebagai nama resmi RSPI Prof Dr Sulianti Saroso.
Selain berperan penting dalam mengembangkan rumah sakit infeksi, Sulianti Saroso juga berperan penting dalam kesehatan ibu dan anak di Tanah Air.
Sulianti lahir 10 Mei 1917 di Karangasem, Bali. Ayahnya, M Sulaiman, merupakan seorang dokter yang sering berpindah tugas. Dia lulus tahun 1942 sebagai dokter dari pendidikan tinggi di Geneeskundige Hoge School (GHS), sebutan untuk Sekolah Kedokteran STOVIA di Batavia.
Dia merupakan salah satu dari tokoh perjuangan Republik Indonesia. Sulianti masih bertugas di RS Umum Pusat Jakarta atau sekarang RS Cipto Mangunkusumo saat masa pendudukan Jepang hingga awal kemerdekaan, namun, kemudian berpindah tugas di RS Bethesda Yogyakarta, saat ibu kota negara pindah ke Yogyakarta.
Suliani merupakan salah satu daftar pejuang yang diincar oleh Pemerintah Sipil Hindia Belanda/NICA, dia pun pernah dipenjara selama dua bulan.
Pascakemerdekaan, Suliani yang bertugas di Kementerian Kesehatan mendapat beasiswa WHO untuk belajar mengenai kesehatan ibu dan anak di Eropa, utamanya di Inggris.
Pulang dari situ, kiprahnya pun mulai terlihat, dia mulai menggalang dukungan publik dengan program kesehatan ibu dan anak. Terkhusus untuk pengendalian angka kelahiran dengan pendidikan seks dan Keluarga Berencana (KB). Dia bekerja sama dengan lembaga penyiaran dan koran di Yogyakarta untuk mempublikasikan idenya.
Namun begitu, ide tersebut ditolak oleh pemerintah kala itu. Sulianti tak patah arang, dia menggandeng pihak swasta untuk memperjuangkan ide program KB. Dia lalu mendirikan Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK).
Karena manfaatnya cukup besar, akhirnya ide KB dan kesehatan ibu-anak dari Sulianti Saroso diadopsi menjadi kebijakan pemerintah hingga sekarang.***