PR SOLORAYA – Konflik internal Partai Demokrat ternyata merembet pada aksi Kongres Luar Biasa (KLB) yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat, 5 Maret 2021 lalu.
Pihak yang mengikuti KLB berniat melengserkan Ketua Umum Partai Demokrat saat ini, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Tak heran dalam pertemuan yang diklaim berhasil menghadirkan banyak orang itu sukses memenangkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai pemimpin Partai Demokrat versi KLB.
Akan tetapi keputusan Moeldoko itu langsung mendapat pertentangan dari banyak pihak.
Baca Juga: Viral! Pengunjung Taman Safari Lempar Botol ke Dalam Mulut Kuda Nil
Baca Juga: 4 Pasien yang Dinyatakan Positif Corona B117 Disebut Tak Mengalami Gejala Berat
AHY mengklaim jika KLB diselenggarakan secara ilegal dan tidak sesuai dengan AD/ART partai.
"SBY pada waktu itu lebih fair, ini malah mengkudeta anaknya," kata Rocky Gerung.
"Sebenarnya, saya tidak bisa menerima dengan akal sehat. Namun, itu sudah terjadi. Kami akan hadapi dan lawan, karena itu jadi kewajiban kami dalam menjaga kedaulatan Partai Demokrat," kata AHY saat konfrensi pers di DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat 5 Maret 2021.
Sebagaimana diberitakan Portal Jember dalam artikel “Moeldoko Lengserkan AHY Versi KLB, Rocky Gerung: Dibesarkan SBY tapi tidak Mengkudeta Anaknya” aksi Moeldoko dan pengikutnya dinilai Rocky telah melanggar etik publik dan politik.
"Pak Moeldoko dibesarkan oleh SBY, tapi sekarang malah mengkudeta anaknya (AHY) jika mau kedaulatan siswa,” ujar AHY.
Rocky menilai Moeldoko sebagai orang luar tidak seharusnya berada di lokasi tersebut.
Baca Juga: Sudi Maafkan Moeldoko Jika Mau Akui Kekeliruannya Rebut Partai Demokrat, AHY: Saya Tetap Hormat
Baca Juga: Ada Tambahan 4 Kasus Positif Virus Corona B117, Menkes Budi Gunadi: Kita Sedang Amati Kontak Erat
Ia juga menilai, orang istana sudah mempunyai fasilitas dan kekuasaan yang cukup lengkap untuk hidup mewah dalam politik.
"Ini istana masuk ke rumah orang, kalau maling masih bisa kita maafkan. Mungkin malingnya kelaparan. Tapi ini kekuasaan yang kenyang, yang punya seluruh fasilitas untuk hidup mewah di dalam politik oligarki, politik otoriter. Ngapain masuk ke rumah orang?" tutur Rocky Gerung.*** (Miftahul Huda/Portal Jember)