Saat-saat Terakhir Perjuangan RA Kartini, Sempat Kirim Surat ke Pasangan Abendanon dan Utarakan Firasatnya

- 21 April 2021, 05:10 WIB
RA Kartini.
RA Kartini. /Instagram.com/@historiadasia

PR SOLORAYA – Sosok Raden Ajeng Kartini (RA Kartini) dikenal sebagai pahlawan yang memperjuangkan emansipasi wanita hingga penghujung umurnya.

Selain emansipasi wanita, RA Kartini juga memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak yang tidak mendapat akses belajar pada waktu itu.

Dalam buku berjudul RA Kartini yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Kebudayaan pada 1981, sosok pahlawan wanita itu berharap sistem pendidikan di Indonesia bisa berkembang dan memodifikasi pendidikan moderen.

Tentu keinginan Kartini itu tidak dicapai dengan mudah, ia harus meyakinkan orangtua murid, agar percaya bahwa pendidikan adalah bekal menuju masa depan.

Baca Juga: Simak 12 Bandara di Indonesia yang Sudah Sediakan Tes GeNose C19 untuk Penumpang

Baca Juga: Cegah Anggota Berkerumun Jika Persib Juara Piala Menpora 2021, Viking Bakal Perkuat Koordinasi

Pada akhirnya, sekolah yang didirkan Kartini ‘Sekolah Gadis’ mendapat respon baik dari masyarakat.

Tak berhenti dalam memperjuangkan pendidikan dan emansipasi saja, Kartini juga memiliki pandangan luas tentang hidup berkebangsaan.

Kartini selalu mendambakan kehidupan bernegara yang bebas, merdeka, saling hormat menghormati mempunyai hak dan derajat yang sama antar sesama manusia.

Selama proses memperjuangkan hak dari rakyat Indonesia, RA Kartini sering bertukar surat dengan sahabat penanya di Belanda yakni pasangan suami istri Jacqies Henrij Abendanon dan Rosa Manuela Abendanon.

Baca Juga: Jadwal Lengkap Pertandingan Final Piala Menpora 2021, Persija vs Persib dan PS Sleman vs PSM Makassar

Baca Juga: 14 Kata-kata Mutiara Hari Kartini 2021, Cocok untuk Caption Medsos

Dari surat menyurat itu, Kartini belajar dan memahami ilmu baru dari sahabat penanya.

Kartini bahkan tak ragu mencurahkan isi hatinya dalam memperjuangkan hak-hak rakyatnya.

Dia juga tak segan menceritakan sakit yang selama ini dideritanya, dan menghambat perjuangannya.

“Saya baru tidak enak badan benar. Berhari-hari lamanya orang di sini dalam kecemasan karena saya, dan sayapun menanggung sakit yang amat sangat. Syukurlah sengsara ini sudah lampau, sudahlah habis terderita kesedihan itu,” bunyi salah satu surat Kartini untuk Abendanon.

Selama sakit, Kartini mengaku tak bisa melakukan banyak hal. Namun setelah sembuh, Kartini bahkan langsung beraktivitas seperti sedia kala.

Tak lama setelah sembuh, Kartini akhirnya menikah dengan bupati Rembang Raden Adipati Joyohadidiningrat.

Baca Juga: Nathalie Holscher Curhat Tersiksa, Sang Nenek: Jangan Nyiksa Diri, Keluar dari Rumah Itu

Baca Juga: Kasus Positif Covid-19 Pekan Ini Meningkat 14,1 Persen, Wiku Adisasmito: Sangat Disayangkan

Meski harus meninggalkan kampung halamannya, Kartini tak gentar untuk memperjuangkan pendidikan.

Di Rembang, Kartini juga mendirikan sekolah bagi rakyat di Rembang dan tidak memungut biaya sedikit pun.

Ia bahkan tak lelah mengajar meski harus mengeluarkan tenaga ekstra lantaran tengah hamil.

Selama hamil, Kartini sering sakit-sakitan selama hamil. Bahkan Kartini sudah berfirasat soal ajalnya, dan kerap menceritakan kepada sahabat penanya.

“Sudahlah saya takutkan, tapi surat ini bolehlah menjadi surat yang penghabisan, karena ajalku hampir sampai dengan cepatnya. Yang demikian itu ada kurasa. Ibuku, boleh jadi benar cucu ibu itu datang dahuluan dari persangkaan kami,” ujarnya dalam surat kepada Abendanon.

Pada buku RA Kartini, sang pahlawan disebut menderita penyakit ginjal. Hal itu membuat sang pahlawan megalami kesulitan selama melahirkan.

Berselang empat hari setelah melahiran anak pertamanya, RM Susalit, Kartini dinyatalan wafat di usia 25 tahun pada 17 September 1904.***

Editor: Nopsi Marga


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah