Widyatmono saat itu datang bersama istrinya, Supriyatun (50 tahun). Mereka mengaku mulai menyaksikan kirab itu sejak menikah.
“Dengan datang ke sini itu nguri-uri budaya Jawa, kalau Suro ada acara apa. Kalau sekarang datang berdua saja sama bapak, dulu pas anak-anak belum pada menikah ya datang sama anak-anak,” kata Supriyatun.
Begitu juga dengan Tukino, warga Sangkrah, Solo, bahkan dia biasanya menyempatkan diri untuk ikut semedi. “Semedi biasanya dimulai pukul 12.00 WIB setelah semua prosesi kirab selesai sampai pukul 02.WIB, namun tahun ini dia tidak mengikuti karena sedang tidak enak badan,” kata pensiunan karyawan pabrik batik itu.
Menurut pria berusia 70 tahun ini, dengan bersemedi dia merasakan ketenangan batin. Saat semedi ini semua lampu dimatikan, warga biasa banyak yang ikut.
“Saya sejak bujang sudah ikut semedi, sudah diturunkan oleh keluarga, apa yang dirasakan? Ketenangan batin yang saya dapat, olah rasa,” kata dia.
Lain lagi dengan Nuning yang datang jauh-jauh dari Jakarta. Dia merasa penasaran dengan Kirab Pusaka malam 1 Suro. “Kebetulan ada saudara yang jadi tamu undangan di aara ini, saya ikut saja,” jelas dia.
Sementara itu, rute kirab tahun ini sama seperti yang sudah-sudah yaitu mengitari Istana Puro Mangkunegaran. Rute dimulai dari Istana Mangkunegaran, rombongan keluar melalui pintu selatan di Jalan Ronggowarsito.
Peserta kirab lalu belok kanan menuju perempatan Atria dan selanjutnya, rombongan kirab belok kanan melintasi Jalan RM Said.