Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu menjelaskan yang dimaksudkan tartil adalah tajwidul huruf wa ma'rifatul wuquf. Dimana yang berarti membaguskan huruf dan mengetahui tempat-tempat berhentinya bacaan (waqaf).
Jika melihat definisi tersebut, maka sudah barang tentu bacaan Al-Qur'an tidak bisa dilakukan dengan cepat-cepat.
Baca Juga: Soal Larangan Mudik Lebaran 2021, Epidemiolog UGM: Peraturan Harus Ditegakkan secara Konsisten
Baca Juga: Bagaimana Cara Berpuasa Sehat di Tengah Pandemi Covid-19? Simak 8 Tips Berikut!
Namun bacaan cepat yang sudah keluar dari ketentuan tajwid, banyak bacaan yang cacat dan sampai merusak makna bukan disebut makruh lagi, melainkan sudah berdosa.
مَنْ لَمْ يُجَوِّدِ الْقُرَآنَ آثِمُ
Artinya, “Siapa saja yang tidak men-tajwid Al-Quran, maka ia berdosa.”
Selanjutnya adalah kaitannya dengan thuma'ninah yang berarti tenang dan diam seluruh anggota tubuh sekurang-kurangnya selama satu kali bacaan tasbih.
Adapun yang menjadil dalil wajibnya thuma’ninah menurut mazhab Maliki, Syafi‘i, dan Hanbali adalah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam riwayat Al-Bukhari (nomor 6251) dari Abu Hurairah RA:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الوُضُوءَ، ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ بِمَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ القُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَسْتَوِيَ قَائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاَتِكَ كُلِّهَا