Beda Tipis dengan Flu Berat, Simak 3 Gejala Umum Varian Delta Covid-19 yang Mudah Menyebar

17 Juni 2021, 10:56 WIB
Ilustrasi virus corona. /Fusion Medical Animation on Unsplash

PR SOLORAYA - Varian Delta Covid-19 yang berasal dari India kini telah menyebar ke beberapa negara, termasuk Indonesia.

Pemkab Kudus beberapa waktu lalu melaporkan ada 28 penduduk yang dinyatakan terserang Covid-19 varian Delta.

Berdasarkan penelitian dar Zoe Covid Symptom, gejala yang dirasakan penderita varian delta mirip seperti mengalami flu berat, berdasarkan pengalaman para penyintas di kelompok usia muda.

Penelitian tersebut dipimpin oleh Tim Spector, seorang profesor epidemiologi genetik di King's College London.

Baca Juga: Sinopsis My Roommate is a Gumiho Episode 8 Malam Ini: Lee Dam Tidak Mengingat Shin Woo Yeo Lagi

"Covid... bertindak berbeda sekarang, lebih seperti flu yang buruk," ujar Tim Spector, sebagaimana dikutip dari laman The Guardian.

"Orang mungkin mereka baru saja terkena flu musiman, dan masih pergi ke pesta, kami pikir ini memicu banyak masalah," imbuhnya.

Dari hasil laporan para penyintas lewat sebuah aplikasi, para peneliti berhasil menemukan temuan baru.

Para peneliyi melihat gejala varian Delta lebih parah dari sebelumnya.

Baca Juga: Sebut 'Mak Coblang', Rizky Billar Berniat Undang Tukul Arwana di Acara Pernikahannya dengan Lesti Kejora

"Sejak awal Mei, kami melihat gejala teratas di semua pengguna aplikasi, dan mereka tidak sama seperti sebelumnya," ujar Spector.

"Jadi, gejala nomor satu adalah sakit kepela, kemudian sakit tenggorokan, pilek dan demam," imbuhnya.

Melihat gejala yang dirasakan oleh penyintas varian Delta, hilangnya indra penciuman kini bukan gejala yang umum lagi.

Data juga menunjukkan bahwa varian Delta setidaknya 40 persen lebih mudah menular daripada varian Alpha.

Baca Juga: Setujui Usulan Anggota DPR RI, Kapolri Bakal 'Singkirkan' Jalur Sepeda yang Digagas Anies Baswedan

Bahkan dengan potensi menular yang lebih besar membuat pasien memiliki risiko rawat inap yang lebih tinggi.

Tak pelak hal itu membuat vaksin kurang efektif bagi para penyintas, apalagi jika baru disuntik sebanyak satu kali.

Berdasarkan aplikasi yang dijalankan perusahaan ilmu kesehatan Zoe, melaporkan lebih dari 4 juta kontributor di seluruh dunia.

Dari data yang diterbitkan pada 10 Juni, kasus lebih tinggi dan meningkat lebih cepat pada populasi yang tidak divaksinasi.

Kasus paling banyak ditemui pada pasien dalam kelompok usia 20-29 tahun.***

Editor: Nopsi Marga

Sumber: The Guardian

Tags

Terkini

Terpopuler