Presiden Jokowi Gaungkan Benci Produk Asing, Mendag Jelaskan Makna Dibaliknya

- 5 Maret 2021, 19:31 WIB
Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi berikan penjelasan terkait pernyataan Presiden Jokowi gaungkan benci produk asing.*
Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi berikan penjelasan terkait pernyataan Presiden Jokowi gaungkan benci produk asing.* /ANTARA/HO-Kemendag/pri.

PR SOLORAYA - Terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menggaungkan benci produk asing, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi angkat bicara.

Menurutnya, makna dibalik benci produk asing yang dimaksud oleh Jokowi ini adalah produk impor yang dijual di Indonesia, namun tidak memenuhi tata niaga yang tertib.

Untuk menjelaskan hal ini, Mendag Muhammad Lutfi memberikan sebuah contoh dari artikel World Economic Forum (WEF).

Baca Juga: Bucin, Wanita Asal Malaysia Ini Relakan Rp1,4 Miliar Tabungan Hidup Ibunya Untuk Belikan Hadiah Kekasih

Dalam artikel tersebut, ia mencontohkan tentang seorang pedagang hijab di Tanah Abang yang sebelumnya ia hanya menjadi penjual, kemudian mulai berekspansi dengan menjadi sebuah industri.

Industri ini kemudian memproduksi hijab atau konveksi yang mempekerjakan 3.000 orang.

"Dengan jumlah karyawan 3.000 orang, pedagang itu harus membayar gaji sebesar 650 ribu dolar AS atau Rp10 miliar per tahun. Kemudian hijab yang ia produksi, terbaca oleh Artificial Intelligent (AI) milik sebuah perusahaan di luar negeri,

Baca Juga: Gibran Targetkan PTM untuk Sekolah di Solo Dilaksanakan pada Bulan Juli 2021 Mendatang

"Jadi, mereka bisa tahu bentuknya, warnanya kayak apa, harganya berapa," ujar Mendag Muhammad Lutfi seperti dilansir Pikiranrakyat-Soloraya.com dari Antara, Jumat 5 Maret 2021.

Mendag Muhammad Lutfi kemudian kembali menjelaskan bahwa perusahaan ini memproduksi hijab dalam jumlah banyak dan produknya dijual di Indonesia dengan potongan harga yang jauh lebih murah.

Potongan harga ini dipatok sekitar Rp1.900 tiap buahnya.

Baca Juga: Mulai Maag hingga Kanker, Ini 6 Penyakit yang Bisa Diobati dengan Daun Binahong

Dengan adanya harga yang lebih murah ini, produk hijab lain yang dihasilkan oleh anak bangsa tentu akan kalah bersaing dari sisi harga.

Padahal, bea masuk yang dihasilkan oleh produk impor tersebut hanya 44.000 ribu dolar AS per tahun, dimana angka tersebut jelas lebih rendah daripada biaya untuk membayar karyawan yang mencapai 65.000 dolar AS.

Mekanisme perdagangan seperti itu menurut Mendag Muhammad Lutfi tidak boleh terjadi oleh aturan perdagangan internasional.

Baca Juga: Pelaku Pembunuhan Selebgram di Makassar Berhasil Dibekuk, Polisi: Pelakunya Seorang Mahasiswi

Hal ini tidak diperbolehkan karena tidak memenuhi dua azas perdagangan yang tertib

"Ini adalah salah satu mekanisme perdagangan yang dilarang oleh international trade. Ini namanya predatory pricing.

"Ini yang dibenci oleh Pak Jokowi. Kita berdagang itu musti punya dua azas. Pertama adalah adil dan kedua bermanfaat," jelas Mendag Muhammad Lutfi.

Baca Juga: Viral ODGJ Mengamuk Sambil Bawa Pedang, Polisi Hampir Kewalahan

Pihaknya kembali menegaskan bahwa pernyataan Jokowi yang menggaungkan untuk membenci produk asing tersebut bukan karena Indonesia menganut proteksionisme dalam perdagangan internasional.

Bahkan menurutnya, Indonesia tidak pernah memiliki sejarah terjadinya proteksionisme ini.

"Kita ini bangsa pedagang, dari zaman sebelum merdeka, zaman sejak penyebaran Islam itu datang dari international trade,

Baca Juga: Mengenal Mider Praja, Tradisi Bersepeda Sambil Blusukan yang Diawali Jokowi dan Dilanjutkan Gibran

"Kita ini selalu punya sejarah berdagang. Selain itu, proteksionisme ini dibuktikan tidak akan menguntungkan suatu negara," ungkap Mendag Muhammad Lutfi.

Meskipun begitu, di saat yang bersamaan, Mendag Muhammad Lutfi juga menyebut bahwa Indonesia tidak akan membiarkan aksi-aksi perdagangan yang tidak tertib terjadi di Indonesia.

"Yang bisa kita lakukan adalah kalau dia mau berdagang di Indonesia, harus perdagangan yang adil dan level equal playing field," pungkasnya.***

Editor: Gracia Tanu Wijaya

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah