Muhammad Yamin: Sejarah Asal Usul Tercetusnya Sumpah Pemuda dan Bahasa Persatuan Indonesia

- 12 Desember 2021, 16:08 WIB
Muhammad Yamin
Muhammad Yamin /Inung R Sulistyo/https://lk2fhui.law.ui.ac.id/
 
BERITASOLOTAYA.com - Telah tertulis jelas dalam sejarah bahwa pencetus sumpah pemuda adalah Muhammad Yamin. Namun, tercetusnya sesuatu pastilah ada sebab dan musabab. 
 
Selian itu, sebagai tokoh pencetus sumpah pemuda, tak jarang yang tahu bahwa Muhammad Yamin juga merupakan salah seorang tokoh pelopor bahasa persatuan Indonesia. 
 
Ketika itu, banyak kaum terpelajar besar lebih sering menggunakan bahkan menyukai berbicara dan menulis dalam bahasa Belanda, namun tidak demikian dengan Muhammad Yamin. Ia justru lebih memilih menulis dalam bahasa Melayu, seperti yang dilakukannya dalam majalah Jong Sumatra.
 
Hal itu dilakukannya dengan tujuan untuk mengangkat bahasa Melayu sebagai bahasa  persatuan dan kesatuan, keanekaragaman suku bangsa kita.
 
Sejarah Sumpah Pemuda 
 
Yamin memperlakukan bahasa Melayu secara kreatif. Hal tersebut tergambar dari puisi awal yang ia ciptakan dengan judul "Tanah Air". Puisi tersebut ditulis saat ketika masih 17 tahun, saat itu dimuat dalam majalah Jong Sumatra, Juli 1920. 
 
Puisinya yang ditulis 26 Oktober 1928, dengan judul "Indonesia Tumpah Darahku" digarap saat menjelang Kongres Pemuda. Dari tulisan puisi itulah yang kemudian menghasilkan perumusan Sumpah Pemuda. 
 
Secara rinci Yamin menyampaikan kecintaan pada bahasa bangsanya serta pada cita-cita dalam mempersatukan beragam suku bangsa ke dalam satu negeri, satu bangsa, serta satu bahasa yaitu Indonesia.
 
Gagasan Bahasa Persatuan 
 
Muhammad Yamin mencetuskam gagasan mengenai bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Hak itu pastilah tidak terjadi secara tiba tiba. 
 
Perjalanannya dimulai dalam Kongres Pemuda Indonesia I, tahun 1926. Muhammad Yamin terpilih menjadi salah seorang yang memperjuangkan bahasa Melayu sehingga mudah dipahami berbagai bangsa di Indonesia. 
 
Selain itu, Yamin dipercaya untuk konsep sumpah pemuda, yang salah satunya berisi rumusan tentang bahasa tertulis "Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean bahasa Melajoe". 
 
Kemudian saat dalam Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928, terdapat perdebatan dan pertimbangan. Akhirnya disepakati rumusan mengenai bahasa persatuan, sebagai berikut: "Kami poetra dan poetri Indonesia, mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean bahasa Indonesia". 
 
Gagasan Yamin disetujui sejumlah tokoh, , seperti Ki Hadjar Dewantara, Purbatjaraka, Abu Hanifah, Husein Djajadiningrat, dan Adinegoro. 
 
Alhasil bahasa Melayu resmi diangkat sebagai bahasa Indonesia yang memberi kepastian kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, dalam Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, tahun 1938. 
 
Pengakuan Pakar Sejarah 
Guru Besar Ilmu Sejarah dari Universitas Monash Australia, M.C. Ricklefs,  mengatakan, "Muhammad Yamin menjadi  salah seorang pemimpin politik Indonesia yang paling radikal, meninggalkan bentuk-bentuk pantun dan syair dan menerbitkan sajak-sajak pertama yang benar-benar modern dalam tahun 1920—1922".
 
Ricklefs menambahkan, "Yamin menulis sekumpulan sajak yang diterbitkan tahun 1929 dengan judul Indonesia Tumpah Darahku. Sajak-sajaknya mencerminkan keyakinan di kalangan kaum terpelajar muda bahwa pertama-tama mereka adalah orang Indonesia, dan baru yang kedua orang Minangkabau, Batak, Jawa, Kristen, Muslim, atau apa saja".***

Editor: Inung R Sulistyo


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x