Gusti Moeng Ajak Masyarakat Lestarikan Penanggalan Jawa Saat Peringatan Berdirinya Keraton Surakarta

- 25 Agustus 2021, 19:40 WIB
GKR Koes Moertiyah Wandansari mengikuti Wilujengan Adeging Nagari Surakarta Hadiningrat di Sasana Sumewa, Rabu 25 Agustus 2021
GKR Koes Moertiyah Wandansari mengikuti Wilujengan Adeging Nagari Surakarta Hadiningrat di Sasana Sumewa, Rabu 25 Agustus 2021 /Inu - Beritasoloraya.com

BERITASOLORAYA.com - Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta, GKR Koes Moertiyah Wandansari mengajak masyarakat kembali melestarikan sistem penanggalan Jawa. Pesan tersebut disampaikan saat peringatan berdirinya Keraton Surakarta atau Adeging Nagari di Sasana Sumewa, Rabu 25 Agustus 2021.

Putri Pakubuwana XII itu menganggap penting pelestarian sistem penanggalan Jawa. Sistem penanggalan itu dicanangkan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma sehingga dikenal dengan Kalender Sultan Agungan.

"Beliau adalah Raja Mataram Islam yang ketiga," terangnya.

Sultan Agung saat itu memimpin wilayah yang sangat luas. Saat itu ada tiga sistem penanggalan yang berlaku yaitu Kalender Kabudhan, Kalender Saka, dan Kalender Hijriyah.

Sultan Agung memandang perlunya penyeragaman agar upacara yang menggunakan sistem kalender Saka dengan selaras dengan kalender Islam.

Akhirnya, Sultan Agung menyusun sistem kalender yang mengakomodasi kalender Saka dan Hijriyah. Sistem penanggalan baru ini melanjutkan angka tahun kalender Saka. Namun sistem perhitungan hari dan bulan disesuaikan dengan kalender Hijriyah yang menggunakan siklus bulan.

Baca juga : Peringatan 276 Tahun Berdirinya Keraton Surakarta Digelar dengan Prokes Ketat

Soal penanggalan Jawa tercetus saat Gusti Moeng, sapaan akrab GKR Wandansari menceritakan pertama kalinya peringatan Adeging Nagari digelar pascareformasi.

Saat itu, Keraton Surakarta bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Solo mengadakan studi untuk menelusuri kapan tepatnya Keraton Kartasura berpindah ke Surakarta.

"Dari lima naskah yang ditemukan, ada tiga yang menyatakan 17 Sura bertepatan dengan 20 Februari," katanya.

Berdasarkan pertemuan itu, Pemkot Solo kemudian memperingati Adeging Nagari berdasarkan penanggalan Masehi. Gusti Moeng mengkritik kebijakan tersebut.

"Kenapa yang dipakai Masehi? Padahal semua upacara di Keraton selalu menggunakan kalender Jawa," katanya.

Abdi dalem dan Sentana Keraton Surakarta mengikuti Wilujengan Adeging Nagari sambil menjaga jarak sesuai protokol kesehatan, Rabu 25 Agustus 2021
Abdi dalem dan Sentana Keraton Surakarta mengikuti Wilujengan Adeging Nagari sambil menjaga jarak sesuai protokol kesehatan, Rabu 25 Agustus 2021 Rosyid - BERITASOLORAYA.COM

Gusti Moeng mengajak seluruh kerabat, abdi dalem, dan generasi muda dari Jawa agar terus melestarikan sistem penanggalan Sultan Agungan.

"Keraton Surakarta adalah penerus Keraton Mataram yang punya sistem kalender sendiri," katanya.

"Kita sebagai masyarakat yang masih menjalankan tradisi Jawa, mau bagaimanapun juga penanggalan itu tetap relevan," katanya.

Baca juga : BNPT Minta Pemuda Tidak Menjadikan Taliban Sebagai Role Model

Ia menjelaskan Keraton Surakarta saat ini genap berusia 285 tahun menurut perhitungan kalender Jawa. Jika dihitung dengan kalender Masehi, Keraton Surakarta sudah 276 tahun.

Peringatan berdirinya Keraton Surakarta Adeging Nagari Surakarta Hadiningrat digelar untuk mengenang perpindahan Kerajaan Mataram Islam dari Kartasura ke Desa Sala yang kini menjadi lokasi bedirinya Keraton Surakarta.

Peristiwa yang dikenal dengan sebutan Boyong Kedhaton itu terjadi pada 17 Sura 1670 tahun Je menurut hitungan kalender Jawa, bertepatan dengan 20 Februari 1745 Masehi.

Pakubuwana II yang saat itu berkuasa memindahkan kerajaannya dari Kartasura ke Desa Sala karena bangunan Keraton Kartasura porak poranda setelah pemberontakan Sunan Garendi yang dikenal dengan peristiwa Geger Pecinan.

Baca juga : Said Didu: Uang Rakyat Disedot dalam Bisnis Swab PCR

Gusti Moeng menjelaskan rombongan Boyong Kedhaton Pakubuwan II bertolak dari Kartasura pada tanggal 14 Sura 1670 tahun Jawa bertepatan dengan 16 Februari 1745 Masehi. Perjalanan dari Keraton Kartasura ke Desa Sala memakan waktu tiga hari.

"Pakubuwana II sempat berhenti untuk meninjau beberapa lokasi sepanjang perjalanan," terangnya.

Pakubuwana II sampai di Desa Sala pada tanggal 17 Sura bertepatan dengan 20 Februari.

"Baru saat itu Pakubuwana II mengumumkan Desa Sala kaalih dadi Nagari Surakarta Hadiningrat (Desa Sala saya nyatakan sebagai Negara Surakarta Hadiningrat)," katanya.***

Editor: Ichsan Noor Rasyid


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah