Desak Pasal Pidana Pengibar Bendera Kusam di RKUHP Dicabut, Pakar: Tidak Ada Urgensinya

- 1 Juli 2021, 08:48 WIB
Ilustrasi bendera Indonesia. Desak Pasal Pidana Pengibar Bendera Kusam di RKUHP Dicabut, Pakar: Tidak Ada Urgensinya.
Ilustrasi bendera Indonesia. Desak Pasal Pidana Pengibar Bendera Kusam di RKUHP Dicabut, Pakar: Tidak Ada Urgensinya. /Pixabay/reinadoreinhart./Pixabay/reinaldoreinhart.

PR SOLORAYA - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKHUP melarang pengibaran bendera merah putih dalam kondisi rusak, robek, luntur, kusut atau kusam.

Pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad angkat bicara terkait pasal 235 RKUHP yang melarang masyarakat mengibarkan bendera merah putih dalam kondisi kusut atau kusam.

Menurutnya arti kusam yang tertera di pasal 235 RKUHP mengandung subjektifitas dan multitafsir.

Baca Juga: Capaian Vaksinasi Solo Tertinggi di Jawa Tengah Berkat Mobil Keliling, Ganjar: Ini Menarik Ya

Ia meminta lebih baik pasal tersebut dilakukan peninjauan kembali.

"Pasal 235 lebih baik ditinjau kembali karena bisa terjadi multitafsir. Misalnya soal kusam, kategori kusam ini subjektif sekali karena tidak ada ukuran pasti soal 'kusam'," kata Suparji.

Suparji juga menyarankan pasal subjektifitas tersebut alangkah lebih baiknya dicabut saja.

Baca Juga: Kemenhub Raih Opini WTP dari BPK RI 8 Kali Berturut-turut

Dalam Pasal 235 RKUHP orang yang mengibarkan bendera negara dalam kondisi kusut atau kusam akan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.

Menurutnya, Pasal 235 RKUHP berbahaya bagi rakyat kecil yang tidak mampu membeli bendera baru.

Suparji menyatakan rakyat yang mengibarkan bendera negara yang sudah dalam kondisi kusam bukan berarti tidak memiliki jiwa nasionalisme.

Baca Juga: LaNyalla Minta PPKM Darurat Tidak Hanya Aturan Belaka: Apalah Arti Darurat Tapi Pengawasan Tidak Ketat

Kondisi perekonomian rakyat yang tidak mampu. Rakyat dengan penuh cinta pada tanah air tetap mengibarkan bendera merah putih meskipun dalam keadaan kusam.

Jadi, menurut Suparji pemerintah jangan membuat aturan yang memberatkan rakyat kecil. Ia menyarankan lebih baik pasal tersebut dicabut, karena tidak ada urgensinya.

"Saya kira lebih baik pasal tersebut dicabut saja, karena berbahaya bagi rakyat kecil dan tidak ada urgensinya. Masyarakat yang tidak mampu membeli bendera lalu mengibarkan benderanya yang sudah kusam karena nasionalisme apa mau dipidana," tuturnya.

Baca Juga: Sebanyak 10 Inovasi Ditampilkan di Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik 2021

Pakar hukum pidana tersebut menekankan pelarangan cukup dalam lingkup perobekan, pembakaran atau tindakan-tindakan yang memang bertujuan untuk merendahkan simbol negara berupa bendera.

Dikutip Pikiranrakyat-Soloraya.com dari Antara, selain dilarangnya pengibaran bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam. Dalam Pasal 235 RKUHP menyebutkan tiga kategori larangan lainnya, yaitu;

1. Memakai bendera negara untuk reklame atau iklan komersial.

2. Mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain atau memasang lencana atau benda apapun pada bendera negara, atau

3. Memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara.***

Editor: Linda Rahmadanti

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah