Cek Fakta Seputar Mitos Anak Autis yang Banyak Beredar, Jangan Percaya Dulu sebelum Tahu Kebenarannya

16 Juli 2022, 21:19 WIB
Ilustrasi anak autis /pixabay/ArtsyBeeKids

BERITASOLORAYA.com – Autisme atau autis merupakan gangguan perkembangan yang memengaruhi cara berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain.

Gejala autis umumnya terjadi sejak masa kanak-kanak dan sering kali menimbulkan spekulasi dan mitos di kalangan masyarakat.

Anak yang terdeteksi memiliki gangguan autis biasanya menunjukkan masalah komunikasi, kesulitan memahami perasaan orang lain hingga sulit mengutarakan ekspresi.

Baca Juga: Serial The Last of Us Rampung dan Sudah Punya Tanggal Rilis, Ini Kata Bos HBO

Dibandingkan 5 hingga 10 tahun ke belakang, pemahaman masyarakat terkait gangguan autis sudah lebih baik meski masih banyak yang percaya mitos yang belum tentu benar.

Stereotip yang beredar terkait autisme perlu diluruskan dan ditelusuri kebenarannya.

Maka dari itu, BeritaSoloRaya.com telah merangkumnya dari SehatQ terkait mitos dan kebenarannya tentang anak autis yang banyak beredar.

Baca Juga: Perjuangan Guru Honorer Dalam Mengajukan Tambahan Formasi pada PPPK 2022 Akhirnya Didengar Komisi X DPR

Mitos: Anak Autis Bisa Menjadi Jenius atau Sebaliknya

Gangguan autisme yang terjadi pada seorang anak sesungguhnya tidak memengaruhi intelegensinya.

Meski ada anak autis yang cerdas, bukan berarti anak autis selalu memiliki intelektual yang tinggi begitu pun sebaliknya.

Faktanya, ada berbagai tingkat intelegensi pada penderita autis mulai dari di bawah rata-rata, di atas rata-rata atau rata-rata.

Di samping itu, setiap anak autis memiliki kapabilitas dan kemampuan yang berbeda-beda.

Baca Juga: Setelah Stranger Things Season 4 Usai, Ini Dia Proyek Millie Bobby Brown Selanjutnya

Mitos: Anak Autis Tidak Ingin Berteman

Kesulitan dalam sosialisasi dan komunikasi membuat penderita autis sulit membentuk lingkungan pertemanan.

Kondisi tersebut sering kali menimbulkan anggapan anak autis tidak ingin berteman dengan orang lain.

Faktanya, anak autis yang terkesan tidak ramah dan tertutup sebenarnya hanya kesulitan menyampaikan keinginannya kepada orang lain.

Baca Juga: Kurikulum Merdeka Menghambat Pencairan Tunjangan Sertifikasi Guru? Simak Penjelasan dari Kemdikbud

Mitos: Anak Autis Tidak Bisa Merasakan Emosi dan Sulit Mengekspresikannya

Penderita gangguan autisme sebenarnya dapat merasakan emosi dan mengekspresikan emosi tersebut.

Hanya saja, mereka memiliki cara yang berbeda dalam menyampaikan apa yang dirasakan.

Anak autis dapat menangkap emosi yang disampaikan secara langsung dan berempati dengan orang-orang sekitarnya.

Baca Juga: Dalam Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar, Adanya Komunitas Belajar Ternyata Memiliki Fungsi Penting Ini

Mitos: Gangguan Autis Bisa Terjadi Karena Vaksin

Hingga saat ini, belum ada penelitian yang menjelaskan secara tegas hubungan antara vaksinasi dan gangguan autisme.

Penyebab gangguan ini belum diketahui secara pasti. Adapun faktor yang diduga memicu autisme adalah faktor lingkungan dan genetik.

Mitos: Anak Autis Sulit Belajar Hal Baru

Meski memiliki kecepatan belajar yang lebih lambat, faktanya anak autis mampu mempelajari hal-hal baru.

Dengan terapi-terapi yang diberikan, anak autis dapat dipandu untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan sekitarnya.

Baca Juga: Jangan Asal Dibuang, Ini 6 Manfaat Kulit Pisang, Jarang Diketahui Banyak Orang

Mitos: Gangguan Autis Timbul Karena Pola Asuh yang Buruk

Penyebab autis sendiri belum ditemukan secara pasti. Maka dari itu, pola asuh yang buruk tidak dapat dikategorikan sebagai penyebab autis.

Mitos: Anak Autis Dapat Melakukan Pekerjaan Berulang

Anak autis memang kerap kali melakukan gerakan berulang. Kondisi ini menimbulkan anggapan penderita autis yang sudah dewasa cocok melakukan pekerjaan berulang.

Faktanya, mitos tersebut belum dapat dibenarkan sebab karakteristik dan kapabilitas penderita autis berbeda-beda.***

Editor: Anbari Ghaliya

Sumber: SehatQ

Tags

Terkini

Terpopuler