PR SOLORAYA - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte pada Jum’at, 5 Maret 2021 silam, memberikan perintah untuk menghabisi orang-orang yang disebutnya sebagai ‘Pemberontak Komunis’.
Hingga Minggu, 7 Maret 2021, sebagaimana dilansir Pikiranrakyat-Soloraya.com dari Al Jazeera, sudah ada sembilan aktivis yang tewas akibat serangan polisi Filipina.
Penggerebekan terjadi di tiga provinsi sekitar Metro Manila. Menurut laporan polisi, setidaknya enam orang lainnya telah melarikan diri.
Saat penggerebekan terjadi, polisi Filipina mengakui membawa surat perintah penangkapan kepada 18 orang. Di antaranya yang tewas adalah mereka yang menolak penangkapan tersebut.
Baca Juga: Matanya Berkaca-kaca saat Ditanya Soal Rumah Tangga, Celine Evangelista: Ini Cuma Kerikil
Organisasi Hak Asasi Karapatan dan Partai Kabataan menolak klaim yang disebutkan Pemerintah Filipina tersebut. Mereka mengatakan orang-orang yang terbunuh, justru telah dieksekusi.
Di antara sembilan orang yang tewas, ada nama Emmanuel Manny Asuncion. Ia adalah seorang pemimpin buruh di Provinsi Cavita. Selain itu, juga ada suami-istri yang tewas di Provinsi Batangas menurut laporan UPLB Perspective, University of Philippines.
Peristiwa ini kembali mendapat perhatian dari berbagai komunitas hak asasi manusia. Terutama, Duterte pernah menerapkan kebijakan serupa guna memerangi narkoba di negaranya.