BERITASOLORAYA.com - Israel telah melakukan pemboman di sekitar Rumah Sakit Indonesia dan Rumah Sakit Al-Shifa di kota Gaza pada Kamis, 28 Oktober 2023. Israel menuduh Hamas menjadikan Rumah Sakit Al-Shifa sebagai basis operasinya.
Namun, seperti yang dikutip BeritaSoloRaya.com dari Aljazeera.com pada Sabtu, 28 Oktober 2023, para pejabat Palestina di Gaza telah membantah klaim tersebut. Hamas tidak beroperasi dari Rumah Sakit Al-Shifa, yang merupakan rumah sakit terbesar di daerah kantong itu.
Diketahui, sebelumnya Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza telah menjadi tempat pengungsian bagi ribuan warga sipil yang menjadi korban perang. Rumah sakit tersebut juga menjadi tempat para dokter Palestina merawat orang-orang yang terluka akibat gempuran senjata.
Berikut Kondisi memprihatinkan para pengungsi di Rumah Sakit al-Shifa Kota Gaza yang dikutip dari Aljazeera pada Sabtu, 28 Oktober 2023.
Kondisi Memprihatinkan di Rumah Sakit Al-Shifa Sebelum Peristiwa Pemboman
Sebelumnya, pada 27 Oktober 2023, Aljazeera telah meliput keseharian para penghuni Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza.
Rumah sakit tersebut menjadi tempat berlindung bagi lebih dari 50.000 pengungsi di Palestina. Situasi mereka sangatlah buruk, tanpa air bersih , listrik, dan sanitasi. Mereka juga menderita karena panas yang menyengat dan munculnya segerombolan lalat.
Bangunan rumah sakit Al-Shifa saat itu sudah dalam keadaan runtuh seperti rumah sakit lainnya di Jalur Gaza. Namun, para pengungsi saat itu meyakini bahwa Al-Shifa merupakan tempat yang lebih aman ketimbang harus menuju selatan ke Khan Younis.
Putusnya arus listrik membuat air bersih semakin sulit didapat karena tidak berfungsinya pabrik desalinasi. Di pagi hari, para pria hingga anak-anak akan mengantri dalam sebuah antrian yang panjang untuk mengisi kendi mereka dengan air asin.
Ghaniyah Haniyeh, seorang ibu berusia 41 tahun mengatakan, mereka tidak bisa mandi ataupun mencuci dengan benar. "Kami menggunakan air asin untuk mencuci pakaian dan piring kami dengan tangan," ungkap Ghaniyah seperti yang dikutip dari Aljazeera.
Ghaniya dan anak-anaknya hanya tidur di atas tanah, beralaskan dua selimut tipis. Keadaan tersebut sangat sulit bagi anak-anaknya, semangat mereka pun rendah.
"Mereka tidak memiliki kebersihan dasar dan Anda tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan atau minta. Saya harap kita dapat kembali ke rumah kita dengan selamat. Kami hanya ingin hidup sehat yang normal,” ungkap Ghaniya.
Kakak ipar Ghaniya, yakni Imm Mohammed al-Mullah juga menjelaskan sulitnya situasi para pengungsi di Rumah Sakit Al-Shifa.
"Para martir sekarang beristirahat dengan tenang, tetapi di sini kita sekarat dengan kematian yang lambat," kata Imm Muhammed.
Air asin telah membuat keluarga mereka gatal-gatal. Anak mereka bahkan memiliki koreng di sekujur tubuhnya.
Ia menjelaskan, setiap hari, orang-orang akan membuat antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan air asin dan setengah kantong roti. Mereka hidup dengan mengandalkan keju kaleng dan kacang kava.
Imm Mohammed ingin kembali ke kehidupannya sebelum perang. Namun, kini rumahnya telah hancur dalam serangan udara Israel. Lingkungan tempatnya tinggal pun sudah binasa.
Saat ini, belum diketahui pasti bagaimana kondisi para pengungsi setelah pemboman yang baru dilakukan Israel di sekitar rumah sakit Al-Shifa.
Media Internasional dan badan-badan bantuan mengatakan mereka kehilangan kontak dengan para staf mereka di Gaza karena pemadaman komunikasi yang hampir total.***