Dalam menghadapi konflik relokasi Pulau Rempang ini, mahasiswa Kepulauan Riau cukup mengambil peran penting.
Mereka membawa lima tuntutan kepada pemerintah, termasuk desakan untuk menggelar diskusi publik transparan, melibatkan tokoh adat Melayu, dan memberikan kepastian hukum.
Walikota Batam, Muhammad Rudi, menjelaskan rencana hunian tetap sebagai pengganti hunian warga yang terkena dampak proyek nasional.
Ketegangan dan pertentangan ini semakin rumit dengan konflik lahan yang mengiringi pembangunan Kawasan Rempah Ekosistem sejak tahun 2004.
Penduduk Pulau Rempang tidak menolak investasi, tetapi mereka menginginkan perlakuan yang adil dan menghormati hak-hak mereka.
Sebuah pertanyaan mendasar pun muncul: Bagaimana menggabungkan kepentingan investasi nasional dengan hak-hak masyarakat Pulau Rempang?
Proses relokasi dan investasi harus sesuai dengan prosedur hukum dan tidak boleh melanggar hak asasi manusia.
Pulau Rempang adalah gambaran nyata tentang bagaimana sejarah masa lalu, perubahan, dan konflik lahan menjadi kompleks dalam konteks pembangunan modern.