Soal Zahra di Sinetron Suara Hati Istri, Kompaks: Promosikan Perwakinan Anak, Sangat Keji

- 2 Juni 2021, 15:45 WIB
Sinetron Suara Hati Istri. Kompaks menilai karakter Zahra di sinetron Suara Hati Istri mempromosikan perwakinan anak dan dinilai sangat keji.
Sinetron Suara Hati Istri. Kompaks menilai karakter Zahra di sinetron Suara Hati Istri mempromosikan perwakinan anak dan dinilai sangat keji. /Instagram/@indosiar

PR SOLORAYA - Riska Carolina selaku Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) menilai sejumlah tontonan yang tidak mendidik akan menghapuskan upaya masyarakat sipil dalam memerangi kekerasan seksual.

Kasus tersebut terjadi secara sistematis sehingga telah melibatkan banyak pihak termasuk pemerintah.

Dikutip PikiranRakyat-SoloRaya.com melalui ANTARA News pada 2 Juni 2021, usia ideal untuk pernikahan legal di Indonesia adalah minimal 19 tahun.

Baca Juga: Soroti Kabar Nagita Slavina Jadi Duta PON XX, Arie Kriting: Harusnya Sosok Perempuan Papua

Penentuan usia ideal tersebut telah disesuaikan dengan Undang-Undang (UU) Perkawinan Nomor 16/2019 atas perubahan UU Nomor 1/1974.

Selain itu, sesuai dengan UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa masa anak-anak akan berakhir di usia 18 tahun.

Saat ini, Kompaks tengah menyoroti tayangan sinetron yang berjudul ‘Suara Hati Istri’ (SHI).

Baca Juga: EURO 2020 Menghitung Hari, Simak Daftar Lengkap Negara Peserta, Ada Grup Neraka

Tayangan sinetron tersebut telah menayangkan tokoh Zahra yang diperankan oleh LCF, aktris yang berusia 14 tahun.

Dalam tayangan sinetron tersebut, Zahra merupakan sosok perempuan yang berusia 17 tahun yang telah menjadi istri ketiga dari seorang lelaki yang berusia 39 tahun.

Menurut Riska, masyarakat yang masih menonton sejumlah tayangan yang tidak mendidik akan menghapuskan upaya masyarakat sipil dalam memerangi kekerasan seksual.

Baca Juga: Aurel dan Azriel Lebih Dekat dengan Ibu Sambungnya, Krisdayanti Komentari Sosok Ashanty: Paling Sukses

Pihaknya berharap agar kejadian sistematis tersebut dapat berubah hingga fenomena tentang pernikahan anak tersebut tidak kembali terjadi.

Selain itu, pihaknya juga telah mengimbau kepada rumah produksi beserta stasiun televisi untuk dapat menayangkan acara yang dinilai mampu mendidik seluruh lapisan masyarakat.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan yaitu dengan menuntut pencabutan masa tayang sinetron SHI yang dinilai tidak memiliki unsur edukasi.

Baca Juga: Punya Utang Rp70 Triliun, Garuda Indonesia Akan Fokus pada Penerbangan Domestik

Riska menegaskan bahwa tayangan sinetron SHI dinilai sebagai upaya untuk mempromosikan perkawinan anak dan monetisasi.

“Di film tersebut pemerannya berusia 17 tahun, di mana pemeran aslinya berusia 15 tahun," tutur Riska.

"Jelas itu upaya mempromosikan perkawinan anak dan monetisasi, ini sangat keji, karena mengeksploitasi anak," tuturnya.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah