BERITASOLORAYA.com - Siapa yang tidak suka bercanda? Saya yakin tidak banyak orang yang tidak suka bercanda atau guyon (dalam Bahasa jawa). Semua orang pasti sudah merasakan manfaatnya.
Suasana dalam pertemuan menjadi segar, tidak membosankan. Hati menjadi cerah, tidak mendung lagi. Tidak heran semua orang suka guyon paling tidak sebagai penikmatnya.
Tidak mudah memang menjadi produsen lelucon sehingga tidak banyak orang yang mampu melucu dengan baik. Banyak lelucon yang gagal. Salah satu sebabnya adalah karena tidak memakai tata krama.
Baca Juga: Debut Addison Rae dari TikTok ke Netflix Setelah Sukses di He's All That
Sebagian besar orang masih belum menyadari bahwa melucu tidak sama dengan melecehkan. Banyak sekali orang yang bermaksud melucu tapi dengan cara melecehkan orang lain.
Bambang Udoyono Seorang penulis buku berjudul “Sukses menjadi pramuwisata profesional”, ia menceritakan kepada beritasoloraya.com dalam bercanda ada yang sampai melecehkan keadaan fisik.
Ada yang melecehkan keadaan sosial ekonomi orang lain. Ada yang melecehkan budaya orang lain. Misalnya logat, dialek, cara bicara dsb. Masih banyak lagi hal lain yang sering dilecehkan dalam pergaulan sehari hari.
Semuanya itu menunjukkan bahwa banyak orang masih belum paham beda antara melucu dan melecehkan. Keduanya tidak identik. Sebenarnya melucu ada tata kramanya. Melucu tidak boleh melecehkan apapun. Melecehkan adalah perbuatan tercela.