PR SOLORAYA – Pada 11 Maret 2011, daerah Fukushima, Jepang dilanda gempa bumi sebesar 9,0 magnitundo. Bencana tersebut lebih besar dari gempa bumi, gelombang besar tsunami yang menghantam pantai timur, juga menyebabkan tragedi kebocoran Pembangkit Tenaga Nuklir.
Dilansir Pikiranrakyat-Soloraya.com dari Reuters, tim investigasi yang melakukan olah TKP pasca tragedi terjadi, mengatakan peristiwa 11 Maret tersebut sebagai ‘bencana buatan manusia’.
Kebocoran nuklir di Fukushima akibat gempa bumi dan tsunami tersebut, dianggap lebih buruk dari tragedi di Chernobyl tahun 1986 di Uni Soviet.
Akibat bencana 11 Maret tersebut, dikabarkan 20.000 orang tewas. Kebocoran nuklir di Pembangkit Fukushima Daichi menjadi salah satu faktor mengapa korban jiwa berjatuhan begitu banyak.
Baca Juga: Tinjau Lokasi yang Jadi Langganan Banjir di Solo, Gibran: Air Sampai Masuk ke Rumah
Saat kejadian tersebut, dikabarkan sebanyak 160.000 penduduk berusaha lari dari radiasi nuklir yang menyebar. Bahkan Perdana Menteri Naoto Tan, saat itu, hampir ingin mengosongkan Tokyo.
Pasca tragedi kemanusiaan tersebut, Pemerintah Jepang telah menghabiskan sekitar 300 Miliar Dollar Amerika Serikat guna membangun kembali daerah yang terdampak.
Hingga hari ini, pengembangan tenaga nuklir di Jepang, kembali menjadi kontroversi, apalagi setelah berkaca pada korban jiwa yang jatuh jika pembangkit tenaga nuklir kembali bocor.