PR SOLORAYA – Demonstrasi menolak kudeta 1 Februari 2021 silam oleh militer ‘Junta’ di Myanmar masih berlanjut. Pengunjuk rasa, yang banyak di antaranya warga sipil, semakin banyak yang gugur dalam kerusuhan.
Dilansir Pikiranrakyat-Soloraya.com dari NPR, hingga Sabtu, 13 Maret 2021, korban tewas bertambah 12 orang. Reuters juga melaporkan setidaknya enam pengunjuk rasa tewas dalam satu hari terakhir.
Di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar, tembakan polisi mengakibatkan tiga orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka. Di kota Pyay dan ibu kota Yangon, tindakan represif aparat juga telan korban.
Menurut Thomas Andrews, utusan PBB untuk Myanmar, setidaknya lebih dari 70 orang gugur oleh kerusuhan yang melibatkan pengunjuk rasa dan aparat.
Baca Juga: Kariernya Moncer di Perantauan, Jerome Polin Jadi Bintang Iklan di Jepang
Ia juga mengatakan, jika kudeta yang dilakukan oleh militer ‘Junta’ Myanmar telah mengakibatkan demokrasi di negara tersebut rapuh. Sehingga, konfrontasi domestik antara pihak militer ‘Junta’ dan warga sipil pro demokrasi tidak dapat dihindari.
“Junta (militer) menahan lusinan, terkadang ratusan warga setiap hari. Hingga tadi malam, jumlah penangkapan dan penahanan sewenang-wenang sejak 1 Februari silam, telah meningkat melebihi 2.000,” kata Thomas Andrews sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Soloraya.com dari NRP.
Amnesty Internasional juga memberikan kesimpulan, setelah menganalisis lebih dari 50 video demonstrasi, bahwa aparat Myanmar jelas menggunakan persenjataan pada kerusuhan, yang seharusnya hanya digunakan untuk berperang.