Brunei Waspadai Salah Strategi dalam Sengketa Laut China Selatan, Begini Penjelasannya

- 14 Juni 2021, 15:46 WIB
Terkait sengketa Laut China Selatan, Brunei Darussalam mewaspadai akan kesalahan strategi yang mungkin dilakukannya.
Terkait sengketa Laut China Selatan, Brunei Darussalam mewaspadai akan kesalahan strategi yang mungkin dilakukannya. /Pixabay/Michael Christen

PR SOLORAYA – Dalam Buku Putih Pertahanan terbarunya, sengketa Laut China Selatan telah diidentifikasi sebagai salah satu dari lima tantangan keamanan utama yang dihadapi Pemerintah Brunei.

Menguraikan potensi ancaman keamanan dalam Buku Putih untuk 15 tahun ke depan, Pemerintah Brunei mengantisipasi ketegangan yang meningkat di Laut China Selatan ketika kekuatan-kekuatan besar berusaha untuk mendominasi dan mempengaruhi wilayah tersebut.

Buku Putih Pertahanan 2021 yang dirilis pada 31 Mei 2021 menyebut meningkatnya risiko salah perhitungan dapat menyebabkan ketegangan memburuk dan memberi jalan bagi ketidakstabilan regional.

Baca Juga: Apa Itu Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) dan Bagaimana Itu Bisa Menyelamatkan Nyawa Christian Eriksen?

“Militerisasi perangkat maritim akan terus menjadi perhatian serius karena jangkauan negara-negara berkembang jauh melampaui garis pantai daratan mereka sendiri dan mengakui zona ekonomi eksklusif,” tulis Buku Putih Pertahanan Brunei.

“Risiko salah perhitungan ini berpotensi menjadi ancaman paling signifikan dalam domain maritim,” tulisnya.

China dilaporkan telah membangun beberapa pulau buatan dengan fasilitas militer, hal itu dituduh oleh Amerika Serikat sebagai upaya militerisasi laut.

Baca Juga: Lirik Lagu It’s You dari Sezairi, Banyak Digunakan Pengguna TikTok

Beberapa kekuatan Barat, termasuk AS dan Inggris, telah meningkatkan kehadiran angkatan laut mereka di Indo-Pasifik dan mengerahkan kapal untuk melakukan patroli maritim di perairan yang disengketakan.

Hal tersebut merupakan sebuah langkah yang dianggap provokatif oleh China sebagaimana dikutip PikiranRakyat-SoloRaya.com dari The Scoop.

Buku Putih Brunei mengatakan dampak dinamika kekuatan besar di kawasan itu akan menjadi tantangan utama yang lain bagi keamanan nasional.

Baca Juga: Resmi Keluar dari Running Man, Lee Kwang Soo Banjir Dukungan dari Pacar hingga Selebritas

Ketika kekuatan besar dan menengah semakin bersaing di masa depan, negara-negara kecil akan semakin sulit untuk mengadopsi pendekatan sebagai negara berkedudukan setara tempat mereka harus memilih di antara kekuatan tersebut.

Ini kemungkinan akan menjadi tindakan penyeimbangan yang menantang dan akan membutuhkan rencana diplomasi pertahanan yang dipertimbangkan dengan hati-hati dan bertahan lama yang terintegrasi dengan strategi keamanan nasional yang lebih luas.

Untuk meredakan ketegangan yang meningkat, Buku Putih Brunei mengatakan tindakan kolektif dan individu dari negara-negara itu akan diperlukan untuk meningkatkan keamanan maritim.

Baca Juga: Soroti Pernyataan Firli Bahuri Soal KPK, Giri Suprapdiono Sampai Bergidik: Penegak Hukum, Kutip Jargon Mafia

Kementerian Pertahanan Brunei baru-baru ini mengumumkan telah membeli drone buatan AS untuk meningkatkan pengawasan maritim guna memantau potensi ancaman keamanan.

Kesultanan Brunei adalah salah satu dari negara yang mengklaim teritorial di Laut Cina Selatan, rumah bagi jalur pelayaran utama dan diyakini mengandung cadangan minyak yang besar.

China lalu membuat klaim terbesar atas wilayah itu yang mencakup sekira 90 persen wilayah yang diperebutkan berdasarkan “sembilan garis putus-putus” yang kontroversial.

Baca Juga: Dituding Mengekang Jerinx Setelah Keluar Penjara, Nora Alexandra Naik Pitam: Stop Sebut Saya Menguasai

Brunei mempertahankan “pendekatan dua langkah” dalam menangani perselisihan tersebut, dengan mengatakan bahwa klaim yang tumpang tindih harus ditangani secara bilateral, sementara ASEAN harus merundingkan Kode Etik dengan China untuk mempromosikan suasana damai di laut.

“Upaya harus dilakukan untuk mendefinisikan norma dan perilaku yang diterima sesuai dengan hukum internasional yaitu Konvensi PBB tentang Hukum Laut,” kata Kementerian Pertahanan Brunei dalam Buku Putih.

Pernyataan itu seraya menambahkan bahwa perlu bagi negara-negara itu untuk membangun keamanan maritim yang lebih efektif serta mampu memastikan integritas teritorial.

Baca Juga: Ada Jesy Nelson dan Donald Trump, Simak Sejarah dan Ultah Public Figure 14 Juni 2021

Progres lambat telah dibuat pada Kode Etik ASEAN dalam dua dekade terakhir, meskipun ASEAN dan China akhirnya menyetujui kerangka kerja pada tahun 2017.

Draf pertama dari kdoe etik itu telah selesai dibuat pada tahun 2019, tetapi pembahasan lebih lanjut terhenti karena pandemi Covid-19.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: The Scoop


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x