Komut PT Pertagas Niaga Raih Gelar Doktor Unpad dengan Desertasi yang Menyoroti Kondisi Hukum di Indonesia

13 Februari 2024, 13:26 WIB
Sidang promosi Doktor Ilmu Hukum Bambang Saputra di Universitas Padjajaran /Inung R/BeritaSoloRaya.com

BERITASOLORAYA.com - Komisaris Utama PT Pertagas Niaga Bambang Saputra meraih gelar Doktor di Bidang Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Senin 12 Februari 2024.

Gelar Doktor dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor yang digelar di Gedung Komar Kantaatmadja Bandung itu diperoleh Bambang Saputra dengan yudisium cumlaude.

Bambang Saputra berhasil meraih gelar Doktor setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul "Penerapan Prinsip-Prinsip Musyawarah Dalam Pembentukan Undang-Undang di Indonesia Presfektif Politik Perundang-Undangan".

Bambang Saputra menyatakan musyawarah merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang telah lama dilakukan oleh para pemimpin dalam mengambil keputusan yang adil bagi masyarakat.

Baca Juga: KPM Siap-Siap Terima Rp600 Ribu, Ini Penjelasan Soal BLT Mitigasi Risiko Pangan Januari Sampai Maret 2024

"Secara etimologi kata musyawarah atau syûrâ memiliki arti mengeluarkan madu dari sarang lebah," kata Bambang dalam desertasinya, Senin.

Bambang Saputra dalam sidang promos Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Inung R/BeritaSoloRaya.com

Oleh karena itu, lanjut dia, keputusan yang dihasilkan melalui musyawarah adalah keputusan terbaik yang di dalamnya terbebas dari berbagai kepentingan tertentu sebagaimana lebah menghasilkan madu.

Selain itu, juga dilaksanakan melalui perwakilan yang representatif dan bukan partisipatif formalitas.

Mengingat pentingnya musyawarah, maka konsep musyawarah di dalam politik hukum Islam secara operasional mengatur 5 prinsip yang harus dijalankan.

Prinsip tersebut adalah:
- Prinsip Ketuhanan atau al-Tauhid
- Prinsip Persamaan atau al-Musâwah
- Prinsip Kebebasan atau al-Hurrîyyah
- Prinsip Keadilan atau al-‘Adl
- Prinsip Otokritik atau al-Mu‘âradhah

Baca Juga: Ditolak KUR BRI 2024? 4 Program Layanan Pinjaman BRI Online Ini Bisa Dicoba Pakai HP Selama 24 Jam!

Prinsip tersebut juga harus menjadi landasan dan standar bagi pelaksanaan musyawarah dalam menyelesaikan segala persoalan bangsa dan negara, termasuk dalam pembentukan undang-undang.

Di dalam disertasinya, Bambang menyoroti bahwa terjadi pengabaian aspirasi terhadap proses pembentukan perundang-undangan yang baik sehingga pelaksanaan musyawarah hanya sebatas formalitas.

Menurut Bambang, hal tersebut terjadi karena ketidakseimbangan sistem checks and balances dalam proses pembentukan undang-undang antara DPR, Presiden dan partisipasi masyarakat.

Begitu pula aturan pembentukan undang-undang yang tidak tegas dan detail dalam mengatur mekanisme musyawarah.

Bambang menyatakan saat ini para pembentuk undang-undang kurang memiliki tanggung jawab moral dalam menghasilkan aturan yang lebih representatif dan aspiratif.

Baca Juga: H-1 Pemilu 2024, Ketahui Berkas yang HARUS DIBAWA hingga JADWAL DATANG ke TPS bagi DPT, DPTb, dan DPK

Tak hanya itu, tidak ada aturan yang jelas dan tegas dalam mengatur adanya ruang pengawasan bagi masyarakat untuk melihat rekam jejak pelaksanaan musyawarah pembentukan undang-undang.

Hal inilah yang menjadi penyebab tidak idealnya produk undang-undang yang ada di Indonesia sekarang ini.

Maka, untuk menghasilkan undang-undang yang representatif dan aspiratif serta ideal dan adil, perlu aturan yang tegas dan detail dalam mengatur pelaksanaan musyawarah pembentukan perundang-undangan.

Selanjutnya, dengan adanya penerapan prinsip musyawarah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan akan menghasilkan sebuah konsep dengan istilah Risâlah al-Ahkâm.

Risalah itu meliputi Risâlah ‘Ilmîyyah yaitu penjelasan yang berkaitan dengan penyusunan Naskah Akademik.

Lalu Risâlah Hukmîyyah yaitu penjelasan (Memore van Toelichting) yang berkaitan dengan proses musyawarah pembentukan undang-undang.

Baca Juga: SIMAK! Cara Ajukan KUR BRI 2024 Pinjaman Rp100 Juta Secara Online, Pakai Link Ini Dijamin Lolos, Cepat Cair

Terakhir adalah Risâlah Qânûnîyyah yaitu naskah undang-undang itu sendiri.

Namun, dari ketiganya yang utama adalah Risâlah Hukmîyyah yang kemudian dapat dijadikan sebagai legal dokumen yang dimasukkan dalam Tambahan Lembaran Negara.

"Dari risalah itu, rekam jejak para pembentuk undang-undang dapat dilihat tanggung jawab moralnya," ujar Bambang.

Sementara itu, Oponen Ahli atau penguji dalam ujian Doktor tersebut, Prof. Dr. Bagir Manan S.H., MCL, mengatakan seorang sarjana itu adalah seorang intelektual yang berilmu dan memiliki karakter.

Karakter itu adalah memiliki rasa tanggung jawab kepada kepentingan orang banyak.

Terkait desertasi tersebut, ia menyebut tema yang diambil adalah tema yang khas. Serta sesuai dengan disiplin ilmunya.

"Meskipun ini masih cita-cita tetapi tidak apa-apa. Para pemikir dunia juga dimulai dengan cita-cita. Kalau berjalan dengan baik, suatu saat bisa menjadi kenyataan," ungkap Bagir Manan kepada BeritaSoloRaya.com pada Senin, 12 Februari 2024.***

Editor: Dian R.T.L. Syam

Tags

Terkini

Terpopuler