PR SOLO RAYA - Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin menjadi panelis dalam peluncuran hasil survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting atau SMRC.
Seminar bertajuk "Sikap Publik Nasional terhadap Amendemen Presidensialisme dan DPD" digelar pada Minggu, 20 Juni 2021.
Pada acara tersebut Sultan menyampaikan beberapa catatan penting terkait amandemen terbatas UUD 1945 perlu dilakukan.
Baca Juga: YouTube Sule Channel Ditawar Rp5 Miliar, Andre: Sule Akan Jadi Komisaris TAULANY TV
Sebelum diskusi beranjak jauh, senator asal Bengkulu tersebut menuturkan bahwa berbicara mengenai amandemen UUD 1945 harus memiliki satu visi bersama yakni untuk kepentingan publik, bukan privat atau satu kelompok.
"Pertama saya ingin sampaikan bahwa bicara amandemen UUD 1945 harus dilihat murni dari kepentingan masa depan bangsa. Tidak boleh ada dari sudut kepentingan lain," ucap Sultan.
Dikutip PikiranRakyat-SoloRaya.com dari Instagram @dpdri, Wakil ketua III DPD RI tersebut memandang konstitusi Indonesia memiliki sifat dinamis.
Baca Juga: Drakor Nevertheless Disambut Baik Penonton, Song Kang: Kisahnya Beda dari Genre Romantis Lain
Ia juga menambahkan, amandemen UUD 1945 bisa dilakukan asalkan phillosophy grondslag atau dasar negara dan cita-cita negara tidak diubah.
"Konstitusi itu dinamis sekali, sesuai dengan kondisi yang ada, maka namanya living constitution, konstitusi yang hidup," kata eks Wakil Gubernur Bengkulu.
"Tentu sangan terbuka dilakukan amandemen lagi selama dasar dan tujuan tidak berubah," tegasnya.
Baca Juga: Jokowi Ulang Tahun, Ridwan Kamil: Semoga Diberi Petunjuk dalam Membawa Bangsa Keluar dari Ujian Kehidupan
Selain itu, Sultan Bachtiar Najamudin memaparkan UUD 1945 yang merupakan sektor hulu perlu segera disempurnakan agar pemerintah dapat mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih baik.
Ia melanjutkan permasalahan bukan disebabkan dari pemerintah yang berada di sektor hilir karena pemerintah hanya menjalankan amanat dari konstitusi yang berada di sektor hulu.
"Bahwa sebenarnya ada masalah di tataran hulu kita sebagai bangsa. Kita tidak bisa meminta pemerintah berbuat lebih. Kita tidak bisa menyalahkan pemerintah karena pemerintah hanya menjalankan konstitusi dan undang-undang yang ada," tutur Sultan.
Baca Juga: Sebut Hasil PCR Positif agar Tak Langsung ke RS, Dokter Spesialis Paru Ini Ungkap Sebabnya
"Oleh karena itu, kalau kita membenahi di sektor hilir, pekerjaan kita tidak akan menyelesaikan substansi dari permasalahan yang ada secara fundamental," imbuhnya.
Ia menggelorakan semangat untuk melakukan amandemen kelima UUD 1945 sebagai langkah perbaikan dan penyempurnaan bangsa.
"Jadi, Amandemen UUD kelima harus kita songsong dengan menggelorakan semangat melakukan koreksi atas perjalanan bangsa dan negara ini," ujarnya.
Baca Juga: Pasien Keluhkan Covid-19 Sekarang Lebih Menular, Ganjar: Paham To Saiki
Sementara itu, hasil survei nasional SMRC menunjukkan sekira 68 persen dari 1.702 responden menganggap Pancasila dan UUD 1945 sudah final dan tidak boleh diubah dengan alasan apapun.
Sekira 15,2 persen lainnya berpendapat bahwa walaupun Pancasila dan UUD 1945 dibuat manusia dan karena itu mungkin ada kekurangan, sejauh ini keduanya dianggap paling pas bagi kehidupan Indonesia yang lebih baik.
Sementara itu 7 persen dari hasil survie itu berpendapat baik Pancasila maupun UUD 1945 dapat dilakukan perubahan agar Indonesia menjadi lebih baik.***