Plengkung Kepatihan: Kisah Sejarah di Tengah Kota Solo, Simak Selengkapnya

- 22 Juni 2023, 07:17 WIB
Plengkung Kepatihan
Plengkung Kepatihan /Dok. Pemerintah Surakarta

BERITASOLORAYA.com - Kampung Kepatihan, salah satu kawasan kampung lawas yang terletak di tengah Kota Solo, berhasil mempertahankan suasana masa lalu yang autentik. Salah satu daya tariknya adalah keberadaan Plengkung Kepatihan yang mencolok. Jika Anda mengunjungi Kantor Kejaksaan Negeri Surakarta, mudah bagi Anda untuk menemukan Plengkung Kepatihan yang menonjol. Yang menarik, di tempat ini terdapat dua plengkung yang tegap berdiri.

Plengkung Kepatihan memiliki cerita sejarah yang menarik. Pada masa lalu, Kampung Kepatihan merupakan wilayah Ndalem Patih atau kediaman Pepatih di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Sebelum menetap di Kampung Kepatihan dengan keindahan plengkungnya seperti yang bisa dilihat sekarang, Kepatihan Surakarta mengalami beberapa kali perpindahan sesuai kebijakan para raja pada masa itu.

Baca Juga: HORE! Seleksi Kartu Prakerja Gelombang 55 Sudah Diumumkan, Cek Daftar Penerima, Segera Cairkan Uang Rp4,2 Juta

Dikutip BeritaSoloRaya.com dari surakarta.go.id, awalnya, Kepatihan berlokasi di Ndalem Sindurejan yang terletak di Puro Mangkunegaran. Tapi, kemudian dipindahkan ke Ndalem Jayanegaran saat Raden Adipati Jayanegara menjabat.

Kawasan Ndalem Jayanegaran tidak lagi digunakan sebagai Kepatihan karena rencananya akan dijadikan pemandian raja oleh Sri Susuhunan Pakubuwono VII. Barulah pada masa pemerintahan Raden Adipati Sosrodiningrat IV (era PB IX dan PB X), Kepatihan menetap di lokasi yang sekarang.

Kepatihan pada masa pemerintahan Raden Adipati Sosrodiningrat IV dibangun sebagai kompleks perkantoran dan tempat tinggal para patih.

Sebagai bagian dari Keraton Kasunanan Surakarta, arsitektur Kepatihan mencerminkan keindahan yang sama dengan keraton.

Baca Juga: TIDAK LOLOS SNBT? Simak Cara Masuk Universitas Jember dengan Jalur Mandiri

Dapat dikatakan bahwa kompleks Kepatihan adalah sebuah miniatur dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Desainnya sejalan dengan kawasan keraton, lengkap dengan alun-alun kecil dan sebuah masjid. Hingga hari ini, Masjid Al Fatih tegak kokoh di sisi selatan Gedung Kejaksaan Negeri Surakarta, tidak jauh dari Plengkung Kepatihan.

Di Kampung Kepatihan, terdapat sebuah alun-alun kecil yang dilengkapi dengan dua plengkung. Plengkung-plengkung ini berfungsi sebagai gerbang penyambutan menuju gerbang utama.

Plengkung di Kepatihan serupa dengan plengkung yang terdapat di gerbang masuk Supit Urang. Tidak jauh dari Plengkung Kepatihan, di masa lalu terdapat fasilitas garasi kereta dan kandang kuda.

Baca Juga: Spesial di Ulang Tahun Kota Jakarta Ke-496 Besok, Upacara Virtual hingga Tarif Khusus Transjakarta, Mulai Rp1

Kendaraan-kendaraan ini digunakan sebagai sarana transportasi utama bagi para Patih untuk melakukan perjalanan ke berbagai daerah.

Sementara itu, gerbang utama Kepatihan yang pernah ada di kompleks tersebut memiliki ukuran yang besar. Arsitektur gerbang ini menyerupai pintu masuk samping Baluwarti di kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Seperti tembok yang mengelilingi keraton, kawasan Kepatihan juga dikelilingi oleh tembok yang tebal. Sisa-sisa tembok ini masih terlihat di dalam kompleks Masjid Al Fatih Kepatihan.

Meskipun banyak tembok keliling kompleks Ndalem Kepatihan yang sudah tidak terlihat lagi, hal ini memberikan gambaran bahwa tembok tersebut dulunya berfungsi sebagai pelindung Ndalem Kepatihan.

Baca Juga: HORE! PT KAI Beri Diskon Tiket Kereta dari Semarang Tujuan Jakarta dan Bandung

Selain sebagai kompleks perkantoran pada masa pemerintahan Patih, kompleks Kepatihan juga memiliki beberapa rumah atau hunian bagi abdi dalem Kepatihan.

Bangunan-bangunan ini dibangun dengan ciri pintu jatinya yang tebal, tinggi dan kokoh masih dapat dilihat di Kampung Kepatihan.

Kemegahan kompleks Kepatihan yang dapat ditemui melalui sisa-sisa bangunan tersebut merupakan bukti sejarah yang berharga.

Meskipun penyebab runtuhnya Ndalem Kepatihan masih menjadi misteri dan belum terungkap melalui berbagai literatur, ada spekulasi bahwa kehancurannya terkait dengan Gerakan Anti Swapraja atau Agresi Militer Belanda II.

Baca Juga: Pemda Tidak Boleh Lagi Merekrut Tenaga Honorer, Menpan RB Sebut Ini Penyebabnya

Dengan menjelajahi Kampung Kepatihan, Anda semakin kaya dengan kisah-kisah klasik tentang Kota Solo. Setiap cerita sejarah di dalamnya menarik untuk diikuti ketika Anda menggali lebih dalam tentang sejarah Kampung Kepatihan.***

Editor: Anbari Ghaliya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah