Tak Hanya Covid-19 dan Sanksi Ekonomi AS, Korea Utara Terancam Krisis Kekurangan Pangan

1 Juli 2021, 11:01 WIB
Bendera Korea Utara. /Unsplash/@micha_braendli/

PR SOLORAYA - Tidak hanya pandemi Covid-19 dan sanksi ekonomi dari Amerika Serikat (AS), Korea Utara kini menghadapi krisis karena kekurangan pangan.

Sejak pandemi Covid-19 dimulai pada awal 2020, pemerintah Korea Utara telah mengambil langkah-langkah agresif untuk mencegah persebaran infeksi, menyadari kurangnya fasilitas medis di negara itu.

Salah satu tindakan Korea Utara dalam menghadapi Covid-19 adalah dengan menutup perbatasan dengan China, mitra dagang terbesar negara yang dipimpin Kim Jong Un tersebut.

Sejak itu, ekonomi Korea Utara menjadi lesu karena pandemi Covid-19 berlanjut, sementara perbatasan negaranya dengan China ditutup.

Baca Juga: Rossa Ucapkan Selamat Ulang Tahun, Leeteuk Beri Balasan Menyentuh dan Ajak Bertemu Kembali

Ini bukan pertama kalinya Korea Utara berada dalam kesulitan ekonomi. Krisis ekonomi terburuk negara itu terjadi pada tahun 1990-an, yang dikenal sebagai “Maret yang Sulit”. Periode tersebut menyebabkan jutaan orang meninggal karena kelaparan.

Sejarah itu tampaknya akan terulang kembali ketika Kim Jong Un mengeluarkan peringatan pada pertemuan Komite Sentral Partai Buruh tentang situasi kebutuhan pangan di Korea Utara yang mengalami krisis di bulan ini.

Pasokan makanan di Korea Utara gagal memenuhi permintaan karena kerusakan akibat banjir yang terjadi tahun lalu.

Dalam pertemuan Partai Buruh baru-baru ini, Kim Jong Un mengakui keadaan ekonomi negaranya yang buruk dan mendesak anggota partai untuk bekerja keras untuk memulihkan ekonomi dan mengurus mata pencaharian rakyatnya.

Baca Juga: Liga 1 dan Liga 2 Batal, dr Tirta: PPKM Darurat Gak Ada Tontonan Puyeng Ndan

Kim Jong Un mengadakan pertemuan Biro Politik Partai Buruh pada hari Selasa lalu dan mengatakan kampanye anti-pandemi negaranya untuk menangani Covid-19 telah menyebabkan krisis besar.

Menurut media Pemerintah Korea Utara, Kim Jong Un menegur pejabat partai karena tidak bertanggung jawab dan tidak mampu untuk memenuhi target membangun ekonomi mandiri.

Di sisi lain, Kim Jong Un tampaknya telah kehilangan berat badan belakangan ini dibandingkan dengan sebelumnya.

Pengamat dan kritikus Korea Selatan mengatakan bahwa itu bisa jadi langkah strategis pemimpin untuk menghindari tanggung jawab atas krisis kekurangan pangan di Korea Utara.

Baca Juga: Ikatan Cinta 1 Juli 2021: Elsa dalam Masalah Besar, Al Siap Menyeretnya ke Penjara dengan Bukti Kuat

Namun, berita lokal di Korea Selatan melaporkan bahwa penampilan Kim Jong Un yang lebih ramping itu adalah jenis tata kelola diet. Selain itu, para ahli lain pun percaya bahwa penurunan berat badan Kim Jong Un lebih merupakan upaya untuk meningkatkan kesehatannya karena ayah dan kakeknya meninggal sebab masalah jantung.

Fyodor Tertitskiy, seorang peneliti di Universitas Kookmin di Seoul memberikan pendapatnya terkait penurunan berat badan Kim Jong Un.

“Media pemerintah tidak secara aktif menyatakan dia menjalani kehidupan yang keras, dan (penurunan berat badan) mungkin terkait dengan kesehatannya,” kata Tertitskiy, dikutip Pikiranrakyat-Soloraya.com dari The Diplomat.

Baca Juga: Capaian Vaksinasi Solo Tertinggi di Jawa Tengah Berkat Mobil Keliling, Ganjar: Ini Menarik Ya

Beberapa ahli dan jurnalis yang mendapatkan informasi dari sumber-sumber rahasia di Korea Utara mengatakan bahwa kekurangan pangan adalah gejala, bukan penyebab, dari krisis ekonomi yang lebih serius di negara itu.

“Apa yang terjadi di Korea Utara bukan hanya masalah pasokan makanan,” kata Jiro Ishimaru, pemimpin redaksi Asia Press International, sebuah situs web di Jepang yang memantau Korea Utara dengan sumber-sumber di dalam negeri tersebut.

“Ada makanan di pasar Korea Utara secara nasional, tetapi harga pangan telah naik terlalu banyak dan pendapatan tunai orang-orang telah menghilang karena pandemi Covid-19 sehingga mereka tidak dapat membeli makanan,” ujarnya.***

Editor: Nopsi Marga

Sumber: The Diplomat

Tags

Terkini

Terpopuler