"Para martir sekarang beristirahat dengan tenang, tetapi di sini kita sekarat dengan kematian yang lambat," kata Imm Muhammed.
Air asin telah membuat keluarga mereka gatal-gatal. Anak mereka bahkan memiliki koreng di sekujur tubuhnya.
Ia menjelaskan, setiap hari, orang-orang akan membuat antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan air asin dan setengah kantong roti. Mereka hidup dengan mengandalkan keju kaleng dan kacang kava.
Imm Mohammed ingin kembali ke kehidupannya sebelum perang. Namun, kini rumahnya telah hancur dalam serangan udara Israel. Lingkungan tempatnya tinggal pun sudah binasa.
Saat ini, belum diketahui pasti bagaimana kondisi para pengungsi setelah pemboman yang baru dilakukan Israel di sekitar rumah sakit Al-Shifa.
Media Internasional dan badan-badan bantuan mengatakan mereka kehilangan kontak dengan para staf mereka di Gaza karena pemadaman komunikasi yang hampir total.***