Lebih lanjut, Bamsoet juga menegaskan jika debt collector tak memiliki landasan hukum untuk menarik kendaraan debitur.
Hal tersebut tertuang dalan Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 yang berisi bahwa perusahaan pemberi kredit (leasing) atau kuasanya (debt collector) tidak bisa mengeksekusi obyek jaminan fidusia atau agunan seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.
"Polisi harus menindak tegas aksi premanisme debt collector yang nekat mengambil paksa kendaraan debitur secara sepihak," ujar Bamsoet.
Dalam unggahannya tersebut, Bamsoet menjelaskan jika dalam putusan MK tersebut mengatur kreditur atau kuasanya dalam hal ini debt collector harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri untuk menarik obyek jaminan fudisia.
Eksekusi tanpa melalui pengadilan diperbolehkan dengan syarat pihak debitur mengakui adanya wanprestasi.
"Kewajiban debitur menyelesaikan piutangnya merupakan satu sisi yang tidak boleh dijadikan alasan melakukan teror yang disertai penggunaan kekerasan, ancaman, maupun penghinaan terhadap martabat debitur," jelas Bamsoet.
Sebelumnya debt collector yang mengepung anggota TNI sudah menyampaikan permintaan maafnya.
"Saya yang ditugaskan sebagai eksekutor untuk mengambil mobil tersebut, dan pada saat kejadian itu, saya dan rekan-rekan sebesar-besarnya meminta maaf kepada, terutama TNI Angkatan Darat dan bapak Babinsa bapak Nurhadi," kata Hendrik saat konfrensi pers di Makodam Jaya, Senin 10 Mei 2021.