Baca Juga: Operasi Hidung Gagal, Priyanka Chopra Dipecat dari Tiga Film dan Alami Depresi, Cek Kisahnya
Anggota Komisi II DPR RI tersebut meminta pemerintah untuk melakukan revisi terhadap PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai aturan penghapusan tenaga honorer.
Revisi terhadap PP ini dianggap sebagai langkah untuk mencegah tindak Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK massal terhadap pekerja non ASN.
Karena pemerintah telah menargetkan bahwa dihapusnya tenaga honorer atau non ASN pada 2023 mendatang, maka hal itu telah sesuai dengan aturan dalam PP No. 49 tahun 2018.
Revisi PP Nomor 49 Tahun 2018 ini sebagai bentuk principal guidance yang disepakati agar tidak ada PHK massal sebagai kepastian pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.
Dalam rapat bersama Menteri PANRB pada 10 April 2023 lalu, Rifqi meminta kepada Kementerian agar para honorer segera terdaftar dan fokus dalam intervensi digital.
Intervensi digital dinilai bisa membantu nihilnya database yang tidak terotorisasi oleh PANRB dan BKN agar pertumbuhan tenaga honorer dan non ASN bisa dikendalikan.
”Saya kira intervensi digital bisa membantu kalau memang dia tidak ada di database, dan tidak diotorisasi oleh kementerian RB dan BKN, maka dia bukan tenaga non-ASN yang di acceptance oleh negara. Karena kalau tidak, hari kita bicara 2,3 juta, besok hari akan menambah menjadi 2,5 juta jadi 2,7 juta akhir tahun jadi 3,5 juta,” ungkap Rifqi.
Rifqi juga meminta Menteri PANRB untuk memeriksa postur 2,3 juta tenaga honorer yang telah terdata serta mempersiapkan fresh graduate yang juga berhak masuk dalam dunia kerja di birokrasi negara.