Berbeda dengan Keraton Surakarta, Begini Awal Mula Adanya Puro Mangkunegaran

18 Maret 2022, 09:38 WIB
Awal mula adanya Puro Mangkunegaran di Surakarta /Klasik Herlambang/WNC

BERITASOLORAYA.com – Keraton atau Puro Mangkunegaran berbeda dengan Keraton Kasunanan Surakarta. Meski sama-sama berada di satu wilayah, yaitu Kota Surakarta atau Solo, namun memiliki sejarah dan asal-usul yang berbeda.

Asal-usul Mangkunegaran bersumber dari perjanjian Salatiga. Saat itu, berdasarkan catatan sejarah, pada 17 Maret 1757 sejumlah pihak berkumpul di Salatiga. Inisiator digelarnya pertemuan di Salatiga adalah VOC, pihak penjajahan Belanda.

Dari penyelenggaraan pertemuan di Salatiga itu, lahirlah sebuah kesepakatan dan keputusan yang dikenal sebagai “Perjanjian Salatiga”. Inti dalam Perjanjian Salatiga tersebut adalah pengakuan terhadap Raden Mas Said sebagai Pangeran Merdeka.

Baca Juga: 6 Serial Netflix yang Direkomendasikan oleh BTS, Cocok untuk ARMY Tonton

Menyertai pengakuan terhadap Raden Mas Said sebagai pangeran merdeka, diberikanlah kepadanya suatu wilayah yang otonom. 

Daerah otonom yang menjadi kekuasaan Pangeran Raden Mas Said tersebut berstatus kadipaten, disebut atau diistilahkan sebagai Praja Mangkunegaran. 

Sebagai penguasa yang merdeka atau otonom dari wilayah Praja Mangkunegaran, Raden Mas Said mendapatkan penyematan gelar terhadap dirinya, yaitu sebagai Kanjeng Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro I.

Baca Juga: Penyebab Daniel Radcliffe Tidak Ingin Membintangi Film Harry Potter and the Cursed Child

Pusat kedudukan dan kekuasaannya adalah berada di Puro Mangkunegaran. Puro atau Keraton Mangkunegaran didirikan dan dibangun di sisi sebelah selatan aliran Kali Pepe. Masuk ke dalam kawasan Keprabon Banjarsari Surakarta.

Dalam perjanjian, tercantum bahwa Mangkunegaran merupakan wilayah kekadipatenan yang posisi kekuasaannya berada dibawah kasunanan dan kasultanan. 

Sehingga, penguasa Mangkunegaran tidak memiliki hak penyematan gelar Sunan ataupun Sultan. Gelar yang disematkan kepada penguasa Kadipaten Mangkunegaran adalah Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro.

Baca Juga: Prakerja Gelombang 24 Resmi Dibuka, Simak Syarat dan Cara Mendaftar Berikut

Merujuk sejarah antara 1757–1946, Kadipaten Mangkunegaran merupakan kerajaan otonom yang diberikan hak menguasai wilayah serta memiliki tentara sendiri, yang kedudukannya independen dari Kasunanan Surakarta.

Wilayah kekuasaan Kadipaten Mangkunegaran mencakup beberapa daerah. Di antaranya di bagian utara Kota Surakarta terdapat Kecamatan Banjarsari. Kemudian, seluruh daerah di Kabupaten Karanganyar serta Kabupaten Wonogiri.

Termasuk juga di dalamnya sebagian daerah di Kecamatan Ngawen serta Kecamatan Semin di Gunung Kidul Yogyakarta. 

Baca Juga: Bintang Squid Game, Jung Ho Yeon, akan Tampil Bersama Cate Blanchett dalam Serial Baru, Disclaimer

Secara keseluruhan, wilayah Kadipaten Mangkunegaran tersebut hampir mencapai 50 persen dari wilayah kekuasaannya Kasunanan Surakarta.

Terbaginya kekuasaan wilayah di daerah Surakarta serta beberapa daerah sekitarnya, awal mulanya bersumber dari Perjanjian Giyanti.

Giyanti adalah sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 1755. Sekitar dua tahun sebelum lahirnya Perjanjian Salatiga.

Baca Juga: Viral di TikTok, Lirik Lagu Bertahan Terluka – Fabio Asher

Dalam Perjanjian Giyanti terjadi pembagian (bekas) wilayah Kesultanan Mataram. Kesultanan Mataram menurut Perjanjian Giyanti terbagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Kasunanan Surakarta dipimpin oleh Sunan Pakubuwono III, sementara Kasultanan Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengkubuwono I.

Pada pertemuan untuk melahirkan Perjanjian Giyanti yang berisi pembagian wilayah Kesultanan Mataram, saat itu Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyowo tidak diikutkan. Merasa kecewa, Pangeran Sambernyowo meradang dan melawan.

Baca Juga: 97 Link Twibbon Ramadhan 1443 H Tahun 2022 Terpopuler dan Bagus, Cocok Untuk Foto Profil di Media Sosial

Kekecewaan Raden Mas Said tak juga bisa diredakan atau diredam.

Bahkan ia semakin gencar melakukan penyerangan, baik kepada Hamengkubuwono I di Kasultanan Yogyakarta maupun kepada Pakubuwono III di Kasunanan Surakarta, serta VOC, penjajah Belanda.

Seperti diketahui bahwa Raden Mas Said adalah putra Pangeran Arya Mangkunegara dan Pangeran Arya Mangkunegara merupakan putra tertua dari Sunan Amangkurat IV. 

Sunan Amangkurat IV sendiri adalah sosok penguasa di Kesultanan Mataram yang dibuang oleh VOC ke Sri Lanka. 

Baca Juga: Jadwal Imsakiyah Ramadhan 1443 H Tahun 2022 DKI Jakarta dan Sekitarnya

Di saat Raden Mas Said melakukan perlawanan itu, VOC merasa kewalahan dan tidak mampu menaklukkannya.

Sehingga sebagai siasatnya, VOC menawarkan jalan damai kepada Raden Mas Said melalui pertemuan di Salatiga yang kemudian melahirkan Perjanjian Salatiga.***

Editor: Dian R.T.L. Syam

Sumber: YouTube Darah Biru Raja-raja

Tags

Terkini

Terpopuler