Lebih lanjut, di dalam tulisan Geoffrey Robinson dalam ‘Sisi Gelap Pulau Dewata’ tersebut juga dijelaskan bahwa di bulan Juni 1945, pasukan bunuh diri Jibakutai yang kedua bertolak dari Buleleng ke Gianyar untuk latihan.
Walaupun namanya sebagai pasukan berani mati, namun Jibakutai masih seperti barisan semimiliter yang lain dari bentukan Jepang. Jadi pasukan bunuh diri ini dipersiapkan hanya sebagai pendukung tentara Jepang.
“Harus diperhatikan bahwa satuan ini dipersenjatai dengan bambu runcing. Tujuan melatih kelompok ini adalah untuk mendukung perang, bukan ikut serta secara militer sebagai satuan tempur,” tulis sejarawan Joyce C. Lebra dalam ‘Tentara Gemblengan Jepang’.
Bahkan, sejarawan Nugroho Notosusanto juga menegaskan bahwa Jibakutai tidak pernah mempunyai eksistensi yang nyata sebagai organisasi monolitis seperti yang lain-lain.
Pasukan bunuh diri ini lebih merupakan kepada tekad pemuda Indonesia untuk mempertahankan tanah airnya dari musuh.***