Keputusan Peningkatan Produksi dari OPEC+ Membuat Harga Minyak Anjlok

- 6 April 2021, 13:51 WIB
Ilustrasi. Keputusan peningkatan produksi minyak bulanan dari Mei hingga Juli oleh OPEC+ membuat harga minyak anjlok.*
Ilustrasi. Keputusan peningkatan produksi minyak bulanan dari Mei hingga Juli oleh OPEC+ membuat harga minyak anjlok.* /Pinterest/Crude

PR SOLORAYA - Para pedagang semakin mengkhawatirkan keputusan kelompok produsen utama OPEC+ terkait produksi minyak.

Pasalnya, organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC+), pada Kamis 1 April 2021 telah menyetujui kenaikan produksi bulanan dari Mei hingga Juli.

Namun produksi yang lebih tinggi di tengah prospek permintaan yang lesu, justru mengakibatkan harga minyak anjlok.

Baca Juga: Genset Jadi Satu-satunya Harapan, Warga Kupang Harus Bayar Rp5.000 untuk Ngecas HP

Menurut data minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), pengiriman pada Mei telah kehilangan 2,8 dolar AS atau 4,6 persen.

Data ini telah ditetapkan mejadi 58,65 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni menjadi turun 2,71 dolar AS atau 4,2 persen menjadi ditutup pada angka 62,15 dolar AS per barel di london ICE Futures Exchange.

Baca Juga: Usai Acara Pernikahan Aurel Hermansyah, Krisdayanti Ngaku Belum Komunikasi Lagi dengan Putrinya

OPEC+ sendiri telah memulihkan produksi dengan memangkas jumlah tahun lalu untuk mendukung harga minyak karena permintaan bahan bakar merosot di tengah pandemi Covid-19.

Pekan lalu, Komite Teknis Bersama (JTC) OPEC+ memperkirakan permintaan minyak global akan meningkat sebesar 5,6 juta barel per hari tahun 2021, bukan lagi berjumlah 5,9 barel seperti yang diperkirakan bulan lalu.

"Sepertinya OPEC+ akan menggulir kesepakatan, tetapi mereka tidak melakukannya dan sekarang tampak mereka membayar setidaknya dalam jangka pendek,"kata Bob Yawger, Direktur energi berjangka di Mizuho Securities, dilansir Pikiranrakyat-Soloraya.com dari Antara.

Baca Juga: Basarnas Mulai Temukan Warga yang Terseret Banjir Bandang NTT, Korban Meninggal Hampir 100 Orang

Pada upaya peningkatan pasokan, justru para investor terfokus pada pembicaraan tidak langsung mengenai negosiasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015, pembicaraan ini terjadi antara negara Iran dan Amerika Serikat.

Menurut analisis dari Eurasia Henry Rome, dirinya memprediksi akan memperkirakan sanksi AS pada pembatasan penjulan minyak Iran.

Sebab Henry meyakini bahwa setelah pembicaraan antara AS dan Iran telah selesai, maka Iran akan patuh dan meningkatkan kembali ekspor ke China meskipun ada sanksi.

Baca Juga: Bentuk Donasi untuk Korban Bencana di NTT, Rachel Vennya Girang Sukses Mengumpulkan Rp1 Miliar Semalam

Minyak telah pulih dari posisi terendah bersejarah tahun lalu dengan dukungan rekor pemotongan OPEC+, yang sebagian besar akan tetap ada setelah Juli. Permintaan diperkirakan akan pulih lebih lanjut di paruh kedua

Pada tahun lalu, kondisi anjloknya harga minyak pada posisi terendah telah teratasi dengan dukungan rekor pemotongan OPEC+.

Permintaan minyak ini diperkirakan akan pulih secara lebih lanjut di paruh kedua.

Baca Juga: Keluar dari Jabatan Polisi dan Pilih Jadi Teroris, Sofyan Tsauri: Cuma Butuh Satu Jam untuk Cuci Otak Teroris

Selain itu, peluncuran vaksin yang lambat serta adanya lockdown di beberapa wilayah juga dapat menghambat permintaan minyak di beberapa bagian Eropa.

Meskipun begitu, pengetatan lockdown di Prancis dan lonjakan kasus Covid-19 di India dapat meningkatkan permintaan minyak dengan menggelapkan prospek rebound ekonomi global.***

Editor: Gracia Tanu Wijaya

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah