Konflik Myanmar Makin Memanas, PBB Prediksi Dapat Terjadi Perang Saudara

- 14 April 2021, 10:55 WIB
Konflik Myanmar semakin memanas, PBB prediksi bisa menuju konflik yang lebih besar seperti perang saudara di Suriah.*
Konflik Myanmar semakin memanas, PBB prediksi bisa menuju konflik yang lebih besar seperti perang saudara di Suriah.* /REUTERS/Athit Perawongmetha

PR SOLORAYA – Konflik yang terjadi di Myanmar hingga kini belum menemui titik penyelesaian.

Bahkan keadaan di Myanmar ini diprediksi sedang menuju ke konflik yang lebih besar, seperti halnya perang saudara yang melanda Suriah.

Prediksi tentang keadaan konflik di Myanmar ini diprediksi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Baca Juga: Sinopsis Sinetron Ikatan Cinta 14 April 2021, Identitas Reyna Sebenarnya dan Pembunuh Roy akan Mulai Terkuak

Menanggapi terjadinya konflik berkelanjutan yang bahkan semakin memanas di Myanmar, Kantor HAM PBB mendesak seluruh anggota PBB untuk memberi tindakan tegas terhadap junta Militer Myanmar untuk menghentikan tindakan pelanggaran HAM.

Desakan keras untuk melakukan tindakan bagi junta militer Myanmar ini disampaikan oleh Ketua HAM PBB, Michelle Bachelet pada Selasa, 13 April 2021, sebagaimana diberitakan Pikiranrakyat-Bekasi.com dalam artikel berjudul "Diprediksi Bakal Terjadi Perang Saudara Seperti di Suriah, PBB: Myanmar Menuju Konflik Besar-Besaran".

"Saya khawatir situasi di Myanmar sedang menuju konflik besar. Negara tidak boleh membiarkan kesalahan mematikan di masa lalu di Suriah dan di tempat lain terulang kembali," ujarnya.

Baca Juga: Draft Pembentukan CDOB Manokwari Barat telah Diterima, DPD RI Sebut akan Perjuangkan

Myanmar berada dalam kekacauan dan ekonominya lumpuh sejak junta militer merebut kekuasaan dari pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.

Tindakan keras junta militer terhadap demonstran anti kudeta telah mengakibatkan korban tewas sipil mencapai setidaknya 710 pada Senin, 12 April 2021 yang diketahui termasuk 50 anak-anak.

Sementara itu, kelompok pemberontak bersenjata etnis minoritas telah meningkatkan serangan terhadap militer dan polisi dalam beberapa pekan terakhir, meningkatkan kekhawatiran Myanmar yang berkembang menjadi konflik sipil yang lebih luas.

Baca Juga: Usai Diselamatkan dari Terusan Suez, Kapal Ever Given Kembali Tersangkut di Mesir

Junta militer membalasnya dengan serangan udara yang dilaporkan telah membuat ribuan warga sipil mengungsi.

"Militer tampaknya bermaksud untuk meningkatkan kebijakan kekerasan yang kejam terhadap rakyat Myanmar, menggunakan persenjataan kelas militer dan tanpa pandang bulu," kata Michelle Bachelet.

Dirinya mengatakan hal tersebut sama dengan apa yang terjadi di Suriah 2011 lalu dimana perang saudara dimulai yang sampai sata ini telah menewaskan hampir 400.000 orang dan memaksa lebih dari enam juta orang meninggalkan negara itu.

Baca Juga: Susul Billy Syahputra Move On, Amanda Manopo Dikabarkan Dekat dengan Sosok Ini

"Ada gema yang jelas tentang Suriah pada tahun 2011. Di sana juga, kami melihat protes damai bertemu dengan kekuatan yang tidak perlu dan jelas tidak proporsional," katanya.

Menurutnya, sikap junta militer Myanmar yang mengangkat senjata melawan rakyatnya sendiri menyebabkan beberapa etnis mengangkat senjata, diikuti oleh spiral kekerasan yang menurun dan meluas dengan cepat di seluruh negeri.

Michelle Bachelet menunjukkan bahwa pendahulunya, Navanethem Pillay telah memperingatkan pada tahun 2011 terkait suriah.

Baca Juga: Valentino Simanjuntak Bakal Seret Akun Siaran Bola Live ke Jalur Hukum, Buntut Hate Speech di Media Sosial

"Kegagalan komunitas internasional untuk menanggapi dengan tekad yang bersatu bisa menjadi bencana bagi Suriah dan sekitarnya yang menyebabkan hal mengerikan terhadap warga sipil," katanya,

Kantor HAM PBB menyebutkan mereka mempunyai fakta yang dapat menunjukkan junta militer melepaskan tembakan dengan granat berpeluncur roket, granat fragmentasi dan tembakan mortir di kota Bago, Myanmar akhir pekan lalu.

Setidaknya 82 pengunjuk rasa anti kudeta dilaporkan tewas dalam tindakan keras dan brutal dari junta militer itu.

Baca Juga: Filipina Memperluas Patroli ke Wilayah Sengketa di Laut Cina Selatan 

Junta militer juga dilaporkan mencegah personel medis membantu yang terluka dan meminta biaya sebesar 90 dollar AS atau sekitar Rp1.3 juta terhadap warga yang ingin membawa pulang jenazah kerabat mereka yang tewas.

Setidaknya 3.080 orang saat ini ditahan di seluruh negeri, sementara 23 orang dilaporkan telah dijatuhi hukuman mati setelah persidangan rahasia.

Termasuk empat pengunjuk rasa dan 19 lainnya dituduh melakukan pelanggaran politik dan pidana.*** (Rivan Muhammad/PR Bekasi)

Editor: Gracia Tanu Wijaya

Sumber: PR Bekasi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah