Kirim Sinyal ke China, Kapal Perang Australia Gelar Latihan dengan Angkatan Laut Inggris

- 14 Juni 2021, 16:16 WIB
Bendera Australia. Kapal perang Australia disebut menggelar latihan dengan Angkatan Laut Inggris sebagai sebuah sinyal untuk China.
Bendera Australia. Kapal perang Australia disebut menggelar latihan dengan Angkatan Laut Inggris sebagai sebuah sinyal untuk China. /Pixabay/Marsel Elia

PR SOLORAYA – Kapal perang Australia akan bergabung dengan Angkatan Laut Inggris dalam latihan militer yang akan diadakan di Asia Pasifik dalam unjuk kekuatan ke China.

The Sydney Morning Herald melaporkan dua fregat Angkatan Laut Australia akan bergabung dengan Angkatan Laut Inggris, termasuk kapal induk baru HMS Queen Elizabeth, dalam latihan melalui Laut China Selatan dalam beberapa minggu.

Perdana Menteri Scott Morrison membahas hubungan keamanan pertahanan yang lebih erat di kawasan itu selama pertemuannya dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada KTT G7 di Inggris pada akhir pekan.

Baca Juga: Anies Baswedan Sebut Kondisi Jakarta Genting, Prof Zubairi Djoerban: Ini Tahap Awal Gelombang Delta

Di Laut China Selatan, klaim teritorial China telah bentrok dengan klaim tetangganya, yang menuduh Beijing memiliterisasi salah satu jalur laut tersibuk di dunia.

“China berperan besar dalam agenda KTT G7 dan janji yang dihasilkan pada tindakan untuk mengatasi pengaruh Beijing yang semakin besar adalah kemenangan bagi Australia,” kata editor politik 9News Chris Uhlmann dikutip PikiranRakyat-SoloRaya.com dari 9NEWS.

Morrison, yang menghadiri KTT G7 di Inggris, telah mendorong tindakan lebih keras terhadap apa yang dikatakan Pemerintah Federal Australia sebagai ancaman perdagangan China.

Baca Juga: Spoiler Drama Korea Racket Boys Episode 5, Kisah Asmara Antara Tim Badminton Wanita dengan Tim Pria

"Terakhir kali nama China tidak disebutkan, kali ini negara itu disebut 4 kali dalam pernyataan akhir oleh G7," katanya kepada Today.

"China berbicara tentang asal-usul dan transparansi seputar Covid-19, praktik perdagangan yang tidak adil dan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang dan Hong Kong, dan tentang kebebasan di Indo-Pasifik dan kekhawatiran atas Laut China Timur dan China Selatan, semua yang yang dilakukan Australia sejak lama," tambahnya.

China memberlakukan sanksi perdagangan terhadap eksportir Australia setelah hubungan antara Beijing dan Canberra anjlok selama setahun terakhir.

Baca Juga: Brunei Waspadai Salah Strategi dalam Sengketa Laut China Selatan, Begini Penjelasannya

Ekspor termasuk batu bara, barley, daging sapi, lobster dan kayu terkena tarif dan tindakan hukuman lainnya.

Dalam pengumuman resmi terakhirnya, kelompok G7 mengatakan akan berkonsultasi tentang pendekatan kolektif untuk menantang kebijakan dan praktik non-pasar yang merusak operasi ekonomi global yang adil dan transparan.

Para pemimpin juga mengatakan mereka akan mempromosikan nilai-nilai mereka dengan meminta China untuk menghormati hak asasi manusia dan kebebasan di Xinjiang.

Baca Juga: Prediksi Siap Ikut PON Papua 2021, Ridwan Kamil: Berani Ga Lawan Gubernur Jawa Barat?

Terkait hal itu, Beijing dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap minoritas Uighur dan di kota semi-otonom Hong Kong.

Selama pertemuan puncak tiga hari di Inggris barat daya tersebut, para pemimpin G7 juga berusaha untuk menyampaikan bahwa kelompok demokrasi yang diterapkan negara-negara kaya adalah lebih baik bagi negara-negara miskin daripada rivalnya yang otoriter seperti China.

Di antara negara-negara kaya yang dimaksud tersebut adalah Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: 9News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x