Imam Syafi’i dan Sayyidah Nafisah sering melakukan shalat tarawih bersama. Imam Syafi’i selalu pergi ke tempat Sayyidah Nafisah, ia selalu meminta do’a kepada Sayyidah Nafisah dan mengharap berkahnya.
Imam Syafi’i mendengarkan hadist darinya. Imam Syafi'i, jika sakit, ia mengutus muridnya sebagai penggantinya.
Suatu waktu, Imam Syafi’i menderita sakit. Ia lalu mengirim utusan untuk memintakan do’a dari Sayyidah Nafisah untuknya.
Namun, Sayyidah Nafisah berkata kepada utusan itu: “Allah membaguskan perjumpaan-Nya dengannya dan memberinya nikmat dapat memandang wajah-Nya yang mulia.”
Utusan tersebut saat kembali, lalu mengabarkan yang dikatakan Sayyidah Nafisah, Imam Syafi’i sadar bahwa perjumpaan dengan Tuhannya semakin dekat.
Imam Syafi’i memberikan wasiat agar Sayyidah Nafisah mau menyalatkan jenazahnya bila ia wafat.
Akhir Rajab tahun 204 Hijriyah, Imam Syafi’i wafat, Sayyidah Nafisah pun melaksanakan wasiatnya.
Jenazah Imam Syafi’i dibawa dari rumahnya kota Fusthath ke rumah Sayyidah Nafisah. Di situlah dishalatkan dengan Imam adalah Abu Ya’qub al-Buwaithi, salah seorang sahabat Imam Syafi’i.
Bertambahnya usia Sayyidah Nafisah, ia sering sakit. Hari Jumat, tanggal 15 Ramadhan 208 H, sakitnya semakin parah.