Pengamat UI: Ambilah Hikmah dari Kejadian Sri Lanka, Indonesia Harus Waspada

17 Juli 2022, 15:23 WIB
Potret demonstrasi yang dilakukan warga Sri Lanka. /instagram @gtvindoneisa_news

BERITASOLORAYA.com - Sri Lanka saat ini diketahui tengah mengalami kekisruhan pasca negara mengalami krisis ekonomi. Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa diketahui melarikan diri sehingga kediaman presiden pun menjadi sasaran pengunjuk rasa.

Telisa Aulia Falianty, pengamat ekonomi Universitas Indonesia mengatakan bahwa krisis yang sedang terjadi kepada Sri Lanka sekarang harus menjadi pelajaran bagi negara-negara lain termasuk Indonesia.

Gagal bayar hutang adalah problem yang menjadi titik awal krisis yang dialami oleh Sri Lanka. Hal tersebut menurut Telisa Aulia Falianty harus menjadi pelajaran yang harus dipetik oleh negara Indonesia dan negara lainnya.

Baca Juga: Seputar Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau MPLS, Berikut Tujuan dan Kapan Dilaksanakan?

Telisa menyampaikan bahwa  krisis yang terjadi di Sri Lanka ini dapat berefek kepada larinya aliran modal asing dari negara-negara berkembang termasuk pasar utang di Indonesia.

Dia menambahkan bahwa meskipun hubungan perdagangan antara negara Indonesia dan Sri Lanka kecil, hal tersebut tetap akan berbahaya sebab akan memunculkan persepsi negatif para investor.

Investor dan juga para kreditur akan memiliki anggapan bahwa melakukan investasi di negara berkembang atau lower middle income country mengandung risiko yang tinggi.

Hal yang bisa dilakukan Indonesia untuk mencegah kebangkrutan seperti yang dialami Sri Lanka adalah dengan memperkuat daya tahan dalam negeri melalui berbagai macam cara, di antaranya sebagai berikut.

Baca Juga: ITB dan Unand Padang Berkolaborasi untuk Penelitian Terkait Sistem Transportasi Cerdas, Berikut Selengkapnya

  1.       Negara tidak boleh menggantungkan ekonomi terlalu besar pada satu sektor atau dua sektor komoditi karena rawan risiko tinggi. Negara harus terus melakukan diversifikasi ekonomi terutama kepada sektor-sektor yang memiliki tambah.

Sebagai contohnya sektor manufaktur dapat menjadi bantalan jikalau terjadi external shock sehingga meminimalisir dampaknya ke negara.

  1.       Negara diarahkan agar tidak terlalu bergantung kepada produk impor terutama sektor pangan dan energi.  Peningkatan produksi harus menjadi prioritas agar negara tidak bergantung pada impor.

Telisa menjelaskan bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan sebuah negara mengalami kebangkrutan.

Baca Juga: Guru Honorer Lulus Passing Grade Harus Konfirmasi Penempatan PPPK 2022 ? Begini Penjelasannya

Krisis ekonomi dan politik yang disebabkan pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina menjadi penyebab lain sebuah negara mengalami kebangkrutan selain dari ketidakmampuan membayar utang atau gagal bayar.

Pengamat  ekonomi Universitas Indonesia tersebut menyampaikan bahwa pemerintah diharapkan dapat mengelola utang luar negeri secara hati-hati dan mengatur tata kelola pembuatan keputusan pemberian subsidi agar tidak memberatkan APBN.

Pemerintah juga perlu untuk menghentikan proyek-proyek infrastruktur yang dinilai tidak sejalan dengan penurunan biaya logistik, distribusi barang atau industrialisasi, serta berhati-hati dalam menerima pembiayaan utang.

Baca Juga: SMKN Jateng Buka Kelas Internship ke Jepang, Berikut Selengkapnya

Telisa menambahkan bahwa perlunya pemerintah untuk penghematan belanja pegawai dan belanja anggaran agar lebih fokus dalam menstimulasi sektor usaha kecil dan menengah serta digitalisasi perizinan serta mengendalikan inflasi agar tidak bernasib sama seperti Sri Lanka.***

Editor: Dian R.T.L. Syam

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler