Survei NGO Save the Children: Anak-anak Palestina Kehilangan Harapan dan Masa Depan

- 29 Juni 2021, 14:55 WIB
Ilustrasi. NGO Save the Children menyebut bahwa anak-anak Palestina telah kehilangan harapan dan masa depan akibat perang, begini penjelasannnya.
Ilustrasi. NGO Save the Children menyebut bahwa anak-anak Palestina telah kehilangan harapan dan masa depan akibat perang, begini penjelasannnya. /Pixabay/janeb13

PR SOLORAYA - Empat dari lima anak di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang rumahnya telah dihancurkan oleh otoritas Israel mengatakan mereka telah kehilangan kepercayaan.

Mereka tidak lagi memiliki rasa percaya bahwa siapa pun dapat membantu atau melindungi mereka, bahkan mereka juga merasa "ditinggalkan" oleh dunia.

Fakta ini telah diungkapkan oleh organisasi hak anak Save the Children, sebagaimana dikutip PikiranRakyat-SoloRaya.com dari Al Jazeera pada Selasa, 29 Juni 2021.

Baca Juga: Sidak Pelaksanan Covid-19 di Solo, Gibran: Alhamdulillah, Kesadaran dan Antusiasme Warga Begitu Baik

Laporan yang diterbitkan pada Senin, 28 Juni 2021 adalah tentang warga Palestina yang tinggal di lingkungan Sheikh Jarrah dan Silwan di Yerusalem Timur yang menghadapi pengusiran dari rumah sembari menunggu keputusan Mahkamah Agung Israel.

Laporan itu melibatkan koresponden 217 keluarga Palestina di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang semua rumahnya dihancurkan oleh otoritas Israel dalam sepuluh tahun terakhir.

Dari anak-anak yang disurvei, 80 persen mengatakan mereka telah kehilangan kepercayaan pada kemampuan masyarakat internasional, pihak berwenang, dan bahkan orang tua mereka untuk membantu dan melindungi mereka.

Baca Juga: Relawan Temukan Pelanggaran Protokol Covid-19 di Sekolah, Berikut Jenis-jenisnya

Menurut laporan tersebut, mereka mengungkapkan perasaan tidak berdaya dan putus asa tentang masa depan.

“Tidak ada yang mampu menghentikan mereka lagi dari menghancurkan rumah kami serta hidup kami. Jadi mengapa saya harus repot-repot memimpikan masa depan yang lebih baik?” ujar Fadi, salah satu anak Palestina berusia 16 tahun.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa 76 persen orang tua dan pengasuh anak itu tidak berdaya dan tidak mampu melindungi anak-anak mereka setelah kehilangan rumah.

Baca Juga: Joe Biden Bertemu Presiden Israel Reuven Rivlin, Ini Janji dan Komitmen Amerika pada Israel

Mayoritas dari mereka juga mengatakan mereka merasa malu, jengkel, dan marah, sementara 35 persen mengatakan merasa jauh secara emosional dari anak-anak mereka.

Mayoritas anak-anak yang diwawancarai menunjukkan tingkat kesulitan yang tinggi, termasuk perasaan sedih, takut, depresi, dan cemas.

Anak-anak mengaku sering mengalami mimpi buruk, merasa tidak ada tempat yang aman bagi mereka, dan lumpuh karena ketakutan.

Baca Juga: Nia Ramadhani Mencak-mencak Gegara Anindya Bakrie Tak Jadi Ketum Kadin: Ok Siap, Manut

“Yang saya miliki hanyalah kenangan sedih. Saya masih merasa trauma dengan tentara dan anjing mereka yang menyerang dan melukai ayah saya [selama pembongkaran],” ujar Ghassan, anak Palestina berusia 15 tahun.

"Saya mendapat mimpi buruk tentang buldoser yang merobek setiap batu di rumah kami, dan suara ledakan masih menghantui saya," tambahnya.

Sementara itu Faris, anak Palestina berusia 14 tahun, menyatakan ia dan keluarganya mencari tempat tinggal, ketidakstabilan membuatnya gila, ia juga merasa kemanapun pergi, para tentara itu akan menghancurkan hidupnya.

Baca Juga: Inggris vs Jerman di Euro 2020, 5 Fakta Menarik, Pernyataan Southgate dan Low jelang Laga

Mencuri Masa Depan Mereka

Jason Lee, Direktur Save the Children di wilayah Palestina, mengatakan bahwa dampak psiko-sosial dari pembongkaran pada anak-anak ini begitu “tidak terduga”.

“Tiga dari lima anak memiliki dampak pada pendidikan ketika rumah mereka dihancurkan. Mereka merasa sulit untuk melanjutkan sekolah dan studi mereka yang berarti peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan di kemudian hari sangat terbatas,” kata Lee.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa tujuh dari 10 anak mengatakan mereka merasa terisolasi secara sosial dan tidak memiliki hubungan dengan komunitas mereka setelah rumah mereka dihancurkan.

Baca Juga: Profil Aria Baron eks Gitaris GIGI dan Segudang Prestasinya, Meninggal Dunia karena Covid-19

“Itu jumlah yang mengejutkan dari anak-anak yang tidak memiliki hubungan lagi dengan tanah mereka, dengan komunitas mereka, mereka pada dasarnya hanyut,” ujar Lee.

“Jika Anda memiliki anak yang merasa stres, memiliki perasaan depresi, kecemasan, kesedihan, tidak merasa aman, tidak terlibat dalam studi mereka, tidak terlibat dengan teman, dengan komunitas dan keluarga, masa depan apa yang kita ciptakan untuk seluruh anak-anak Palestina?” tanya Lee.

Menurut data Save the Children, sejak 1967, otoritas Israel telah menghancurkan 28.000 rumah Palestina, dan sekira 6.000 anak serta keluarga mereka telah terkena dampak pembongkaran dalam 12 tahun terakhir.

Baca Juga: Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Ahok, Nicholas Sean Ungkap Harapannya untuk Sang Ayah: Semoga Cepat Pensiun

Organisasi hak-hak anak itu mencatat dalam siaran pers pada Senin, 28 Juni 2021 bahwa pembongkaran itu ilegal menurut hukum internasional dan Israel, sebagai kekuatan pendudukan, harus melindungi hak-hak mereka terutama anak-anak yang hidup di bawah pendudukan.

Organisasi itu mendesak Pemerintah Israel yang baru untuk menghentikan pembongkaran rumah dan properti di wilayah Palestina yang dianeksasi.

Mereka juga meminta untuk mencabut kebijakan yang berkontribusi pada lingkungan yang memaksa dan meningkatkan risiko pemindahan paksa komunitas Palestina.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x